Walai.id, Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendukung upaya korban “staycation” untuk melaporkan kasusnya dan memproses secara hukum, Kamis 11/05/2023.
“Staycation sebagai syarat perpanjangan kontrak kerja pekerja perempuan adalah modus eksploitasi seksual. Eksploitasi Seksual adalah salah satu tindakan yang dapat diproses hukum menurut Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” ujar Tiasri Wiandani, komisioner Komnas Perempuan merespon pertanyaan media tentang informasi viral di media sosial mengenai kasus di Cikarang, yang dikuatkan dengan testimoni salah satu korban (5/5).
Tiasri yang memfokuskan pada advokasi hak-hak perempuan pekerja menjelaskan, “Perempuan pekerja terancam tidak akan diperpanjang kontraknya jika menolak staycation. Artinya, atasan meggunakan relasi timpang dan kerentanan dari perempuan pekerja untuk keuntungannya memperoleh layanan seksual. Penyalahgunaan relasi kuasa inilah yang kita maksud dengan eksploitasi seksual.”
Kasus eksploitasi seksual juga ditemukan dalam berbagai peristiwa kekerasan terhadap perempuan di ranah publik yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Menurut Catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2023, terdapat 57,6 % atau 1.127 bentuk kasus kekerasan seksual dari total 1.956 bentuk kasus kekerasan di ranah publik. Termasuk di dalamnya adalah kasus eksploitasi seksual, yang terjadi di dunia kerja dan lembaga pendidikan.
“Dugaan bahwa kasus serupa ini tidak hanya terjadi di Cikarang tetapi juga di banyak tempat perlu diselidiki lebih lanjut oleh pihak Kepolisian, Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPP PA),” ujar komisioner Maria Ulfah Anshor.
Maria juga mengingatkan bahwa dalam menindaklanjuti laporan korban, semua pihak perlu memastikan hak-hak korban dipenuhi sebagaimana diatur dalam UU TPKS. Ketersediaan pendampingan hukum dan proses pemulihan yang holistik menjadi prioritas yang akan dipantau Komnas Perempuan.
Berdasarkan Pasal 12 UU TPKS, pelaku eksploitasi seksual dapat dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Pelaku individual dalam posisi atasan dapat diberi tambahan 1/3 pidana. Tindak pidana juga dapat dijatuhkan kepada perusahaan. Apalagi, perusahaan menurut UU Ketenagakerjaan, Pasal 86 perlu memastikan jaminan hak pekerja bebas dari kekerasan seksual yang merupakan perlakuan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia.
“Kasus ini mengingatkan pentingnya pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional No. 190 tentang Pencegahan Kekerasan Seksual di Dunia Kerja, untuk segera membuat aturan turunan UU TPKS, dan mendorong perusahaan membentuk kebijakan internal untuk penanganan kekerasan seksual,” tegas Komisioner Imam Nahei.