News  

BPOM Perbarui Standar CPOB Untuk Tingkatkan Kualitas Obat Nasional

BPOM

Walai.id, Jakarta – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru saja memperbarui Standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) melalui Peraturan BPOM Nomor 7 Tahun 2025 (PerBPOM 7/2025), yang berlaku sebagai perubahan atas Peraturan BPOM Nomor 7 Tahun 2024. Peraturan ini ditetapkan pada 4 Maret 2025 dan telah diundangkan oleh Kementerian Hukum pada 20 Maret 2025.

Kepala BPOM Taruna Ikrar menjelaskan, perbaikan regulasi ini merupakan langkah strategis untuk memastikan standar pembuatan obat di Indonesia tetap sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini, serta memenuhi standar internasional.

“Perubahan regulasi ini memastikan bahwa standar CPOB Indonesia terus selaras dengan perkembangan global, baik dalam bidang farmasi maupun teknologi,” ungkap Taruna, dikutip dari siaran pers pada laman BPOM, pada Jumat, 02/05/2025.

Peraturan terbaru ini juga mengharmonisasikan standar pembuatan obat dengan pedoman internasional, seperti Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) GMP Guide dan WHO Guidelines, terutama dalam pembuatan produk steril seperti obat berbasis biologi dan radiofarmaka. Dengan demikian, produk obat Indonesia diharapkan dapat memenuhi kriteria internasional yang ketat, yang penting untuk meningkatkan daya saing global.

Baca Juga :  Kemenperin Dorong Wirausaha Muda Naik Kelas Lewat Program Coaching Creative Business Incubator 2025

CPOB sendiri merupakan standar yang diterapkan untuk memastikan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan keamanan dan khasiat yang dibutuhkan. Menurut Taruna Ikrar, tanpa standar CPOB, produk obat tidak dapat digunakan untuk menyelamatkan jiwa atau menjaga kesehatan manusia.

“Obat harus memenuhi berbagai persyaratan pengujian, mulai dari bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, hingga kontrol mutu,” jelasnya.

Perubahan yang dilakukan dalam peraturan ini termasuk penyempurnaan prosedur sterilisasi, kontrol kontaminasi, dan proses aseptik yang semakin diperketat, mengingat pentingnya menjaga kualitas produk, terutama produk steril yang digunakan untuk pengobatan atau perawatan kesehatan yang kritis.

Berdasarkan peraturan baru ini, industri farmasi Indonesia diberikan tenggat waktu maksimal 12 bulan untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang baru. Namun, untuk sarana yang menggunakan proses liofilisasi (pengeringan beku) dengan sistem loading atau unloading tanpa teknologi barier, mereka diberi waktu hingga 24 bulan untuk melakukan penyesuaian.

Baca Juga :  Presiden Prabowo dan Sultan Hassanal Bolkiah Tegaskan Komitmen Perkuat Kerja Sama Bilateral

Salah satu pencapaian penting terkait peraturan ini adalah Indonesia yang berhasil mempertahankan status keanggotaannya dalam Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) melalui re-assessment yang dilakukan pada Desember 2024.

Keanggotaan ini menjadi salah satu modal penting bagi Indonesia untuk mencapai pengakuan global sebagai negara dengan standar pengawasan obat yang setara dengan negara-negara maju.

Taruna Ikrar juga menyampaikan bahwa BPOM terus berupaya untuk memastikan Indonesia dapat masuk sebagai anggota WHO Listed Authorities (WLA) pada 2025, yang akan semakin memperkuat pengawasan dan regulasi industri farmasi nasional. Keanggotaan dalam WLA memungkinkan produk farmasi Indonesia bersaing di pasar internasional dengan produk dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Prancis, dan Singapura.

BPOM juga berkomitmen untuk melakukan sosialisasi dan pengawasan ketat terhadap implementasi PerBPOM 7/2025 di kalangan industri farmasi, guna memastikan obat yang diproduksi di Indonesia aman, berkhasiat, dan bermutu tinggi, serta memenuhi standar global.