Walai.id, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong industri perbankan nasional untuk mengadopsi teknologi kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI) dalam rangka mempercepat transformasi digital, dengan tetap mengedepankan prinsip tanggung jawab dan manajemen risiko yang baik.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam peluncuran Tata Kelola Kecerdasan Artifisial Perbankan Indonesia bersama pimpinan asosiasi industri perbankan di Jakarta, pada Selasa (29/4/2025).
“Tata Kelola Kecerdasan Artifisial Perbankan Indonesia menjadi panduan agar teknologi AI, termasuk sistem AI canggih (advanced AI systems), dikembangkan dan diterapkan secara etis, aman, dan sesuai regulasi,” ujar Dian.
Dian menekankan bahwa penggunaan AI di sektor perbankan akan memainkan peran strategis dalam meningkatkan kualitas layanan, pengembangan produk, manajemen risiko, kepatuhan, hingga pencegahan fraud. Namun, penerapannya harus dilakukan secara bertanggung jawab agar manfaat teknologi ini dapat dimaksimalkan tanpa mengabaikan potensi risikonya.
Dokumen tata kelola ini mencakup prinsip pengembangan AI yang diterapkan secara menyeluruh sepanjang AI life cycledan siklus bisnis perbankan. Tujuannya adalah memastikan bahwa teknologi tersebut tidak hanya mendorong efisiensi dan inovasi, tetapi juga menjaga kepercayaan publik dan melindungi nasabah.
Peluncuran tata kelola ini menjadi pelengkap dari berbagai kebijakan OJK dalam mendukung akselerasi digitalisasi sektor keuangan, seperti Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, POJK No. 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum, serta SEOJK mengenai keamanan siber dan penilaian maturitas digital.
OJK menyusun panduan ini dengan merujuk pada praktik terbaik internasional, termasuk AI Act dari Uni Eropa, panduan Basel Committee on Banking Supervision (BCBS), serta benchmarking dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, dan Jepang. Selain itu, panduan ini juga mengacu pada regulasi nasional, termasuk UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
“Teknologi AI berkembang sangat cepat dan menghadirkan tantangan yang kompleks. Maka dari itu, tata kelola yang adaptif namun tetap kokoh sangat diperlukan agar sektor perbankan tetap resilien dan siap merespon perubahan secara terkendali,” lanjut Dian.
Ia juga mengingatkan bahwa daya saing perbankan kini sangat tergantung pada kemampuan institusi dalam mengadopsi dan mengelola teknologi yang membutuhkan investasi besar. Karena itu, langkah strategis seperti konsolidasi perbankan juga perlu dipertimbangkan.
“Kami mengharapkan agar bank memahami hal ini dan mengambil langkah strategis demi memperkuat daya saingnya di era digital,” pungkas Dian.