Walai.id, sulsel – Sejumlah warga di kabupaten Maros dan Pangkep, mempersoalkan proses pembebasan lahan pembangunan rel kereta api Makassar Pare-pare.
Pasalnya, selain harga pembebasan lahan yang dinilai tidak wajar, mereka juga kini terpaksa harus menempati rumah sewa, lantaran rumah miliknya telah dibongkar paksa sebelum dibayarkan.
Hal itu diungkapkan Rina yang merupakan istri dari Supriadi, atas nama pemilik lahan di kelurahan Minasatene, kecamatan Minasatene kabupaten Pangkep.
Selain belum adanya pembayaran ganti rugi, mereka juga menemukan sejumlah kejanggalan pada proses penilaian harga lahan ditempatnya. Dimana terdapat lahan seluas 25 meter persegi dinilai dengan harga 280 juta rupiah, sedangkan lahan yang berdampingan dengan luas 400 meter persegi hanya dinilai dengan harga 228 juta rupiah.
“Sudah di bongkar paksa, ada yang berdampingan dengan saya cuma 25 meter persegi, sedangkan yang 25 meter dihargai 280 juta sedangkan yang 400 meter persegi di hargai cuma 228 juta. Anehnya lagi bahkan ada rumah tidak ternilai itu hari sudah dibongkar paksa, kita digantikan uang 40 juta rupiah,” katanya, Senin (06/06/2022).
Lebih lanjut Rina, menjelaskan jika saat ini beberapa teman-teman dilokasi tempat tinggalnya hanya menempati rumah sewa lantaran pembayaran ganti rugi belum juga diterima.
Iya mengaku, hanya sempat diberikan uang sebesar 40 juta rupiah saja untuk 3 rumah, sebagai uang untuk pemindahan.
“Sekarang ada teman-teman ini cuma sewa rumah sementara uangnya belum diambil karena masih menolak, nilainya belum ditawarkan cuma diberikan uang katanya untuk pemindahan. Jadi masyarakat ambil karena keadaan terpaksa mau tidak mau tetap dibongkar rumahnya, 3 rumah terima uang 40 juta, karena saya 20 juta”, Terangnya.
Beragam persoalan atas pembebasan lahan untuk pembangunan rel kereta api Makassar Pare-pare ini, sedikitnya dialami oleh 81 orang warga di dua kabupaten, yakni kabupaten maros dan Pangkep.
Mereka berkumpul di desa Marumpa, kecamatan Marusu, kabupaten Maros pada Senin tadi (06/06). Didampingi tim pengacara, pemilik lahan mengeluarkan berbagai keluh kesah atas polemik pembebasan lahan kereta api yang dinilai bermasalah.