Walai.id, Jakarta – Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, menegaskan bahwa perlindungan hukum bagi korban pinjaman online (pinjol) harus menjadi prioritas utama dalam memperbaiki tata kelola layanan publik, khususnya di sektor jasa keuangan.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Diskusi Publik Pencegahan Maladministrasi dan Penegakan Hukum terhadap Kejahatan di Sektor Perbankan yang digelar di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, pada Kamis, 08/05/2025.
Yeka menyatakan bahwa kejahatan ekonomi digital semakin kompleks dan marak, dan negara harus hadir secara nyata untuk melindungi warganya.
“Perlindungan hukum bagi korban pinjol tidak hanya soal keadilan, tetapi juga bentuk kehadiran negara dalam melindungi rakyatnya dari jerat ekonomi digital yang menyesatkan,” ujar Yeka.
Ia mengungkapkan bahwa hasil pemeriksaan Ombudsman menunjukkan mayoritas perusahaan pinjol belum memiliki mekanisme untuk memverifikasi apakah calon nasabah telah memiliki pinjaman dari lembaga lain. Kondisi ini membuka ruang bagi praktik “gali lubang tutup lubang” yang memperparah situasi keuangan konsumen.
Lebih lanjut, Yeka menyoroti lemahnya penerapan prinsip Know Your Customer (KYC), di mana perusahaan pinjol tidak melakukan analisis kemampuan bayar berdasarkan data valid. Hal ini dinilai turut memperburuk situasi, karena pinjaman diberikan tanpa pertimbangan risiko terhadap calon nasabah.
Yeka juga mengecam penyalahgunaan data pribadi dan praktik intimidasi oleh debt collector. Ia mendesak penindakan terhadap pinjol ilegal yang menerapkan bunga dan denda di luar batas kewajaran, serta melakukan penyebaran data pribadi secara ilegal.
“Banyak korban pinjol ilegal bingung dan tidak tahu ke mana harus mengadu. Perlindungan hukum yang jelas akan memberi jalur pelaporan, pendampingan, serta harapan pemulihan hak,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya membangun kembali kepercayaan publik terhadap layanan keuangan digital. Jika negara gagal melindungi masyarakat, maka program inklusi keuangan nasional yang sedang didorong pemerintah akan terancam. “Kepercayaan adalah fondasi industri jasa keuangan yang sehat dan berkelanjutan,” tutup Yeka.
Ombudsman RI mendorong pemerintah dan lembaga terkait untuk memperkuat pengawasan serta melakukan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku kejahatan keuangan digital.
Diskusi publik ini juga menghadirkan sejumlah narasumber dari lembaga penegak hukum dan pengawas sektor keuangan, antara lain Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Rudy Agus Purnomo Raharjo, Kasubdit 2 Dittipiteksus Bareskrim POLRI Kombes Pol Agus Waluyo, Kepala Subdirektorat Tindak Pidana dan Pencucian Uang Kejaksaan Agung Agustinus Herimulyanto, serta Kepala Keasistenan Utama III Ombudsman RI Yustus Yoseph Maturbongs.