News  

BMKG: Tahun 2024 Jadi Tahun Terpanas, Indonesia Siapkan Sistem Peringatan Dini Berbasis AI

Walai.id, Jakarta – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah pencatatan suhu global, dengan suhu rata-rata mencapai 1,55°C di atas tingkat pra-industri. Angka ini melampaui batas ambang yang disepakati dalam Perjanjian Paris untuk menanggulangi krisis iklim.

Pernyataan ini disampaikan Dwikorita dalam pidatonya pada Forum Inovasi Climate Smart Indonesia yang diselenggarakan di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, pada Senin (5/5/2025).

Dwikorita menegaskan bahwa suhu ekstrem yang terjadi saat ini bukan hanya soal cuaca panas, melainkan indikasi nyata dari krisis iklim yang semakin parah. “Ini adalah tanda bahwa kita sedang bergerak menuju titik kritis yang bisa mengancam keberlangsungan hidup manusia,” ujar Dwikorita.

Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan bahwa laju perubahan suhu saat ini jauh lebih cepat dibandingkan dengan perubahan iklim yang terjadi jutaan tahun lalu dan menyebabkan kepunahan massal. Tanpa upaya mitigasi yang lebih kuat, percepatan suhu ini dapat menimbulkan dampak serius terhadap ekosistem, ketahanan pangan, dan keselamatan umat manusia.

Baca Juga :  Presiden Prabowo Subianto Lakukan Kunjungan Kenegaraan ke Thailand, Perkuat Kerja Sama Bilateral

BMKG mencatat tren peningkatan suhu yang terus berlanjut sejak 1981, dengan tahun 2024 mencatatkan suhu rata-rata nasional tertinggi, mencapai 27,52°C. “Ini bukan sekadar anomali, tetapi bukti nyata bahwa krisis iklim telah berlangsung dan dampaknya akan sangat dirasakan di sektor-sektor penting, termasuk kesehatan publik,” tambahnya.

Krisis iklim ini juga meningkatkan risiko penyakit menular, gangguan kesehatan mental, hingga penurunan kualitas hidup masyarakat. Perubahan pola curah hujan dan suhu menyebabkan lonjakan infeksi berbasis air dan makanan seperti kolera dan salmonella, serta penyakit akibat gigitan serangga, seperti demam berdarah dan Lyme disease.

Sebagai langkah responsif, BMKG bersama Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan sejumlah lembaga internasional tengah mengembangkan sistem peringatan dini multi-bahaya berbasis kecerdasan buatan (AI). “Dengan teknologi saat ini, BMKG bisa memprediksi musim hingga enam bulan ke depan dengan akurasi 85 persen. Dengan AI, prediksi ini bisa lebih akurat, bahkan pada skala kota atau desa,” jelas Dwikorita.

Baca Juga :  Kemenperin Dorong Wirausaha Muda Naik Kelas Lewat Program Coaching Creative Business Incubator 2025

Selain itu, BMKG juga mengembangkan platform layanan seperti DBDKlim, yang sudah diterapkan di Jakarta dan Bali untuk memberikan peringatan dini terhadap lonjakan kasus demam berdarah. Inisiatif ini telah mendorong tindakan preventif seperti fogging, edukasi masyarakat, dan pemberantasan sarang nyamuk yang lebih terarah dan tepat waktu.

Kepala BMKG juga mengingatkan bahwa Indonesia akan segera memasuki musim kemarau, yang berpotensi meningkatkan suhu dan kualitas udara. Risiko polusi udara, terutama partikulat halus PM 2.5, dan kekeringan juga diperkirakan akan meningkat. BMKG kini memantau kualitas udara secara real-time melalui aplikasi Info BMKG yang dapat diakses oleh masyarakat untuk mengambil langkah mitigasi dini.

Dwikorita menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai kementerian, lembaga, akademisi, dan sektor swasta dalam menghadapi tantangan perubahan iklim ini. “Kita sedang berpacu dengan waktu. Semakin cepat kita bertindak, semakin besar peluang kita untuk menyelamatkan masyarakat dari dampak paling buruk perubahan iklim. Kolaborasi adalah kunci,” tutupnya.