News  

Kurang Gerak Berujung Obesitas, Lho!

Walai.id, Nasional – Nih, ada info penting nih dari Ketua Tim Kerja Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, dr. Esti Widiastuti, MScPH, Jumat 14/07/2023.

Katanya, salah satu faktor paling berpengaruh buat seseorang jadi obesitas adalah kurang gerak.

Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa angka obesitas di Indonesia mencapai sekitar 21,8%. Angka ini dihitung berdasarkan indeks massa tubuh. Riskesdas juga menunjukkan bahwa banyak orang yang kurang aktif bergerak.

“Obesitas itu sebenernya tentang seimbangnya apa yang masuk ke tubuh dengan apa yang keluar. Tapi kalau yang masuknya lebih banyak, akhirnya menumpuk dan numpukannya ini jadi lemak, jadilah kita overweight atau obesitas,” kata dr. Esti dalam konferensi pers di gedung Kemenkes, Jakarta, Selasa (11/7).

Dampaknya, menurut dr. Esti, obesitas ini jadi faktor risiko buat penyakit-penyakit tidak menular lainnya. Penyebabnya banyak banget, salah satunya adalah kurang gerak sementara asupan kalori tinggi.

Salah satu faktor yang memengaruhi kurangnya gerakan adalah penggunaan ponsel pintar yang nggak terkontrol, yang membuat penggunanya malas bergerak. Untuk mencegah obesitas, Kementerian Kesehatan punya strategi yang melibatkan promosi kesehatan dan pengelolaan obesitas melalui pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular (PTM).

Baca Juga :  IKM Champion di Bengkulu Raih Apresiasi untuk Peningkatan Kualitas Bisnis

Promosi kesehatan dilakukan di pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dengan melakukan deteksi dini berat badan dan lingkar perut, mengajak masyarakat buat memperbaiki gaya hidup seperti nggak merokok, meningkatkan aktivitas fisik, dan makan makanan yang kaya protein, buah, dan sayur.

Sedangkan pengendalian faktor risiko PTM dilakukan dengan menangani kasus obesitas dengan tepat, melakukan terapi obesitas seperti pola makan yang sehat, olahraga, mengubah perilaku, pendekatan medis, dan rujukan ke dokter.

Obesitas pada Anak

Plt Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dr. Lovely Daisy, MKM, bilang obesitas juga sangat berisiko pada anak-anak. Jumlah kasusnya bahkan meningkat hingga 10 kali lipat selama 4 dekade dari tahun 1975 hingga 2016 pada anak usia 5 hingga 19 tahun.

Baca Juga :  Presiden Jokowi Lantik Jenderal TNI Agus Subiyanto Sebagai Panglima TNI

“Obesitas ini dikaitkan dengan kurangnya gerakan. Jika kita lihat data Riskesdas 2018, 64% anak usia 10 hingga 14 tahun kurang bergerak. Ini memang berisiko tinggi, apalagi jika ditambah dengan pola makan yang buruk,” kata dr. Lovely.

Obesitas juga berhubungan erat dengan banyaknya anak yang tidak sarapan sebelum sekolah. Berdasarkan Riskesdas 2018, sebanyak 65% anak-anak tidak sarapan, sehingga mereka memilih untuk makanan jajanan di sekolah tanpa pengawasan orang tua.

Penting juga untuk memantau pertumbuhan anak secara berkala setiap bulan. Ini penting untuk mendeteksi gangguan pertumbuhan baik kekurangan gizi maupun kelebihan gizi, sehingga intervensi bisa dilakukan dengan cepat.

Untuk mencegah obesitas pada anak, bisa dilakukan dengan mengatur pola makan yang terjadwal, makan makanan pokok 3 kali sehari, dan makan makanan selingan 2 kali sehari.

“Rutin melakukan aktivitas fisik dan orang tua harus menyediakan makanan yang sehat dan bergizi seimbang, serta membantu anak-anak memilih makanan dengan bijak dan sehat,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *