Walai.id, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan komitmen dalam melaksanakan mitigasi permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan pesisir dan laut Indonesia, khususnya dalam menangani sampah laut, Rabu 22/06/2022.
Melalui Global Dialogue on Ocean Plastic Pollution dengan tema “Ending Ocean Plastic Pollution from Commitment into Action”, yang diselenggarakan Center for Southeast Asian Studies (CSEAS ) Indonesia, pada 20 Juni 2022.
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) I Nyoman Radiarta, mengatakan bahwa timbulan sampah Indonesia mencapai 25,6 juta ton/tahun.
Angka tersebut berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) per 16 Juni 2022 dari 207 kabupaten dan kota pada tahun 2021.
Dari sistem tersebut juga diketahui bahwa komposisi sampah tertinggi, sebesar 29,5 persen berasal dari sampah sisa makanan dan tertinggi kedua 15,4 persen adalah plastik.
“Kita tahu bahwa sebanyak 80 persen sampah laut berasal dari kegiatan di daratan yang bocor melalui sungai dan mencemari laut. Tentunya sampah laut dan dampak pencemaran terhadap laut telah menjadi isu skala lokal, nasional hingga global. Sampah laut atau marine debris, sangat berdampak buruk bagi lingkungan dan biota laut,” tegas Nyoman.
“Kami menemukan paus yang terdampar di Wakatobi dengan saluran pencernaan yang penuh dengan sampah laut hingga mencapai berat 5,9 kilogram. Sampah di dalam perut ikan paus tersebut terdiri atas sampah gelas plastik 750 gram (115 buah), plastik keras 140 gram (19 buah), botol plastik 150 gram (4 buah), kantong plastik 260 gram (25 buah), serpihan kayu 740 gram (6 potong), sandal jepit 270 gram (2 buah), karung nilon 200 gram (1 potong), tali rafia 3.260 gram (lebih dari 1000 potong).
Oleh karena itu, diperlukan beberapa tindakan untuk menangani sampah laut, terutama untuk mengurangi polusi plastik di lautan,” lanjutnya.
Dalam menanggulangi sampah plastik, dikatakan Nyoman, Indonesia memiliki komitmen kuat mengurangi kebocoran sampah plastik ke laut hingga 70 persen pada 2025 dan bisa mendekati nol pada 2040 melalui Rencana Aksi Nasional Sampah Laut 2018-2025.
Di samping itu, melalui Perpres Nomor 83 Tahun 2018, Indonesia membentuk Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL), di mana KKP berperan dalam Pokja 3 Penanganan Sampah Laut dan Pesisir.
“Dalam Pokja TKN PSL, KKP memiliki tugas mengelola sampah di pesisir dan laut seperti pengelolaan sampah plastik yang berasal dari kegiatan transportasi laut, wisata bahari, kegiatan kelautan dan perikanan, serta luar pulau dan pulau-pulau kecil,” terangnya.
Langkah strategis KKP dalam mengakhiri polusi plastik laut, di mulai dengan gerakan peningkatan kesadaran masyarakat, pengelolaan limbah darat dari sektor KP, pengelolaan sampah yang berasal dari pesisir dan laut, penguatan kelembagaan, pengawasan, dan penegakan hukum, serta inovasi pengelolaan sampah.
Selain kampanye dan edukasi, KKP berhasil mendorong ratusan nelayan untuk mengganti alat tangkap yang ramah lingkungan, penyediaan 26 fasilitas pengolahan limbah di pelabuhan perikanan dan desa perikanan, 6 penelitian tentang Sampah Plastik Laut, dan 5 Pelabuhan yang bersertifikat ISO 14001.
“KKP juga melaksanakan 37 Gerakan Bersih Pantai dan Laut, 14 Sekolah Pantai Indonesia dan 5 Jambore Pesisir. Aksi lainnya yakni Program Desa Pesisir Bersih, tujuannya membangun desa pesisir yang bersih dan mandiri dalam pengelolaan sampah melalui peningkatan kapasitas dan kesadaran masyarakat, serta pendampingan dan penyediaan fasilitas pengelolaan sampah,” papar Nyoman.
Dalam memerangi polusi plastik, meningkatkan kesadaran generasi muda menjadi prinsip utama KKP dalam menumbuhkan rasa memiliki dan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan laut di Indonesia.
Disampaikan bahwa saat ini BRSDM KKP memiliki 20 satuan pendidikan yang terbagi menjadi 11 satuan pendidikan tinggi, yakni 10 Politeknik KP, satu akademi komunitas, dan sembilan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Saya harap webinar ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam menjawab semua tantangan pencemaran plastik di lautan. Mari kita laksanakan pembangunan kelautan dan perikanan dengan menerapkan prinsip ekonomi biru, agar laut tetap sehat dan masyarakat semakin sejahtera,” harap Nyoman.
Hadir sebagai pembicara, Mahesh Pradhan (Coordinating Body CSEAS); Prof. Ir. Widi A Pratikto (Senior Research CSEAS); Lauren Roman (CSIRO), Safri Burhanuddin (Senior Lecture Hassanudin University), Marianne Olsen (Research Director NIVA), Ayako Mizuno (Programme Manager ERIA) dan closing remarks oleh Arisman (Executive Director CSEAS).