News  

Pemerintah Perkuat Daya Saing Industri Furnitur Nasional

Walai.id, Jakarta – Pemerintah terus menyiapkan berbagai kebijakan strategis untuk memperkuat daya saing industri furnitur nasional agar mampu memperluas penetrasi ke pasar ekspor.

Upaya ini dilakukan melalui diplomasi perdagangan serta peningkatan kapasitas pelaku industri dalam menghadapi dinamika pasar global yang semakin kompetitif.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa industri furnitur menjadi salah satu sektor hilir padat karya yang memberikan kontribusi signifikan bagi ekonomi nasional. Pada triwulan III tahun 2025, sektor ini mencatat kontribusi sebesar 0,92 persen terhadap PDB nonmigas.

“Industri furnitur memiliki nilai tambah yang besar dan menyerap banyak tenaga kerja. Hingga triwulan II-2025, nilai ekspornya mencapai USD0,92 miliar, meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD0,91 miliar. Amerika Serikat masih menjadi pasar terbesar dengan porsi 54,6 persen,” jelas Menperin di Jakarta, Senin (24/11/2025).

Tidak hanya furnitur, industri kerajinan juga menunjukkan pertumbuhan positif. Nilai ekspor kerajinan mencapai USD173,49 juta pada triwulan II-2025, tumbuh 9,11 persen secara tahunan. Agus menegaskan bahwa keberagaman sumber daya lokal dan keterampilan pelaku industri menjadi daya tarik utama produk Indonesia di pasar internasional.

Untuk memperkuat kinerja ekspor, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) secara konsisten mendorong pelaku industri kecil dan menengah (IKM) agar mampu menembus pasar nontradisional, seperti Eropa Timur, Timur Tengah, Amerika Latin, India, dan Jepang. Hal ini penting mengingat kondisi ekonomi global yang terus berubah dan dapat mempengaruhi performa ekspor furnitur nasional.

Baca Juga :  UGM dan Telkom Bangun Pusat AI Nasional, Pemerintah Siapkan Aturan Baru Teknologi Cerdas

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita, menyampaikan bahwa akses ke pasar Eropa membutuhkan kepatuhan ketat terhadap standar keamanan dan lingkungan. Selain kualitas desain, pelaku industri harus memahami regulasi seperti batas emisi VOC, standar formaldehida EPA, sertifikasi ECO Mark dari Jepang, hingga sertifikasi Dubai Central Laboratory (DCL).

“Tantangan global juga datang dari kebijakan tarif resiprokal Pemerintah Amerika Serikat. Sejak 26 September 2025, tarif 50 persen diberlakukan untuk produk lemari dapur dan meja rias kamar mandi, sedangkan furnitur berlapis kain dikenakan tarif 30 persen,” ujar Reni. Kebijakan tersebut telah berdampak pada penundaan pesanan dari pembeli Amerika dan kenaikan biaya logistik bagi IKM dalam negeri.\

Sebagai langkah responsif, Ditjen IKMA terus membuka peluang pasar alternatif dan memberikan edukasi bagi pelaku IKM mengenai standar mutu internasional. Edukasi ini mencakup penggunaan bahan baku ramah lingkungan hingga teknik finishing berbasis air (water-based coating).

Plt. Direktur IKM Pangan, Furnitur, dan Bahan Bangunan, Yedi Sabaryadi, mengatakan bahwa pihaknya berkolaborasi dengan PT Propan Raya untuk mengedukasi IKM mengenai kualitas cat dan teknik finishing. Kegiatan ini dilakukan dalam Pameran Mebel dan Kerajinan UMKM se-Jawa Timur pada 13 November 2025 di Surabaya.

Baca Juga :  IEU CEPA Masuk Tahap Final: Indonesia Siap Perluas Akses Ekspor ke Uni Eropa Mulai 2027

Selain edukasi, pemerintah menyediakan sejumlah program pendukung mulai dari pelatihan SDM, pendampingan, sertifikasi produk dan keahlian, hingga fasilitasi restrukturisasi mesin dan peralatan. “Program restrukturisasi mesin sangat diminati karena memberikan cashback 25–40 persen bagi IKM yang membeli mesin baru,” jelas Yedi.

Kemenperin juga menyediakan layanan teknis permesinan melalui Program Dana Alokasi Khusus (DAK) di berbagai daerah dan memberikan fasilitasi sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) gratis bagi industri kecil.

Untuk memperkuat permodalan pelaku IKM, pemerintah menyediakan akses pembiayaan melalui program Kredit Industri Padat Karya (KIPK) bekerja sama dengan Bank Himbara dan BPD. Program ini menyasar industri furnitur, makanan-minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit, alas kaki, serta mainan anak.

“Melalui KIPK, pemerintah memberikan subsidi bunga 5 persen untuk investasi mesin dan modal kerja, dengan plafon pembiayaan mulai dari Rp500 juta hingga Rp10 miliar,” ungkap Yedi.

Langkah-langkah tersebut menjadi bukti komitmen pemerintah dalam memperkuat industri furnitur nasional agar tetap tangguh menghadapi dinamika perdagangan global serta mampu memperluas pasar ekspor ke berbagai negara tujuan baru.