Walai.id, Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) baru-baru ini merilis hasil investigasi yang mengungkap fakta mengejutkan terkait kualitas beras premium dan medium yang beredar di pasar nasional.
Sebagian besar produk yang diuji tidak memenuhi standar mutu, harga eceran tertinggi (HET), serta berat kemasan yang sesuai.
Investigasi yang berlangsung selama 18 hari, dari 6 hingga 23 Juni 2025, dilakukan di 10 provinsi dengan melibatkan 13 laboratorium. Dari 268 sampel beras yang diambil dari 212 merek, ditemukan bahwa 85,56 persen beras premium dan 88,24 persen beras medium gagal memenuhi parameter mutu sesuai Peraturan Menteri Pertanian No. 31 Tahun 2017, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.
Tak hanya mutu yang bermasalah, pelanggaran juga ditemukan pada aspek harga dan takaran kemasan. Sebanyak 59,78 persen beras premium dijual di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan, sementara 21,66 persen kemasan tidak sesuai dengan berat riil. Kondisi lebih parah terjadi pada beras medium, di mana 95,12 persen dijual melebihi HET dan 9,38 persen kemasan tidak akurat.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menegaskan bahwa situasi ini sangat merugikan konsumen.
“Mutu beras tidak sesuai standar, harga dijual di atas ketentuan, dan berat kemasan dikurangi. Hal ini harus menjadi perhatian serius,” ujarnya dalam siaran pers, pada Jumat (27/6/2025).
Kementan memperkirakan kerugian konsumen akibat selisih mutu dan harga beras premium mencapai Rp34,21 triliun per tahun. Sementara kerugian pada beras medium diperkirakan lebih besar, mencapai Rp65,14 triliun per tahun. Secara total, potensi kerugian konsumen dapat mencapai angka fantastis Rp99,35 triliun per tahun.
Menyikapi temuan ini, Kepala Satgas Pangan, Brigjen Pol. Helfi Assegaf, memberikan ultimatum selama dua minggu kepada produsen dan distributor untuk segera menyesuaikan mutu, harga, dan berat kemasan sesuai aturan yang berlaku.
“Jika dalam 14 hari tidak ada perbaikan, kami akan menindak tegas berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan UU Pangan,” tegasnya.
Badan Pangan Nasional juga mengingatkan para produsen agar jujur dalam mencantumkan klaim pada kemasan, mengingat lemahnya pengawasan distribusi beras menjadi salah satu pemicu masalah ini.
Mentan Amran mendorong kolaborasi lintas sektor, termasuk Kepolisian dan Kejaksaan, untuk memperketat pengawasan distribusi beras dan memastikan pasar berjalan secara transparan dan adil.
“Kami tidak ingin masyarakat dirugikan terus-menerus. Konsumen juga diharapkan lebih kritis dalam memeriksa label produk dan melaporkan ketidaksesuaian yang ditemui,” tambahnya.
Investigasi ini menjadi peringatan keras bagi industri pangan nasional. Dengan potensi kerugian mencapai Rp99 triliun, Kementan dan Satgas Pangan berkomitmen menegakkan hukum tanpa kompromi guna mengembalikan kepercayaan publik terhadap kualitas beras di Indonesia.