News  

Ketua IKA-PMII Maros Desak Pemprov Sulsel Evaluasi Seluruh Izin Tambang

Walai.id, Maros – Ketua Pengurus Cabang Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA-PMII) Kabupaten Maros, Abrar Rahman, mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wilayah I untuk segera mengevaluasi seluruh izin pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Maros.

Abrar meminta Pemprov Sulsel membentuk tim terpadu yang melibatkan Polda Sulsel, Kejaksaan Tinggi Sulsel, DPRD Kabupaten Maros, Pemerintah Kabupaten Maros, Polres Maros, Satpol PP, serta para pemangku kepentingan terkait guna menegakkan hukum terhadap perusahaan tambang yang diduga beroperasi secara ilegal.

“Aktivitas tambang ilegal ini jelas merugikan pemerintah daerah karena tidak menyetorkan pajak resmi yang seharusnya menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu, tambang ilegal juga berdampak serius terhadap masyarakat karena berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor,” tegas Abrar Rahman dalam keterangan resminya, Selasa (23/12/2025).

Baca Juga :  Banjir Sumatera sebagai Alarm dini Kabupaten Maros

Ia menilai hingga saat ini terdapat kesan pembiaran dari Pemprov Sulsel maupun Pemkab Maros terhadap maraknya aktivitas pertambangan yang diduga ilegal di wilayah tersebut. Menurutnya, belum terlihat langkah penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku usaha tambang yang melanggar aturan.

“Pemerintah jangan terlalu sering mengatasnamakan pembangunan tetapi melupakan tanggung jawab untuk menjaga lingkungan hidup,” ujar Abrar, yang juga merupakan mantan Ketua PC GP Ansor Kabupaten Maros periode 2017–2021.

Abrar juga menekankan pentingnya menjaga kelestarian alam Kabupaten Maros yang telah mendapat pengakuan internasional melalui penetapan Maros-Pangkep sebagai UNESCO Global Geopark serta Cagar Biosfer Bantimurung-Bulusaraung Ma’rupanne pada tahun 2023.

Baca Juga :  LBH GP Ansor Maros Siap Dampingi Warga di 14 Kecamatan

“Jangan sampai pengakuan internasional ini hanya menjadi penghargaan simbolik tanpa diikuti dengan sistem dan tata kelola lingkungan hidup yang baik, terpadu, dan berkelanjutan,” katanya.

Lebih lanjut, Abrar mengingatkan bahwa Kabupaten Maros dalam lima tahun terakhir kerap dilanda banjir besar yang mengganggu akses transportasi dan merendam lahan pertanian, sehingga menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat.

“Kondisi ini tidak boleh terus berulang. Dibutuhkan aksi nyata, sistematis, dan masif untuk menjaga ekosistem, khususnya Daerah Aliran Sungai (DAS) Maros. Berdasarkan data, dalam kurun waktu 1990 hingga 2020, DAS Maros kehilangan sekitar 1.196,53 hektare akibat deforestasi dari kawasan hutan menjadi non-hutan,” pungkasnya.