News  

MENINJAU ULANG PERAN PARTAI POLITIK: DARI WADAH ASPIRASI KE MESIN KEKUASAAN

Oleh Muhammad Taufik Hidayat (Ketua Umum HMI Cabang Maros 2024–2025)

1. Demokrasi

Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan berada di tangan rakyat, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih. Gagasan ini pertama kali muncul di Yunani Kuno, khususnya di Athena pada abad ke-5 SM, dengan sistem demokrasi langsung yang melibatkan partisipasi warga dalam pengambilan keputusan. Di Roma Kuno, bentuk demokrasi berkembang menjadi sistem republik yang lebih menyerupai demokrasi perwakilan.

Namun, pada masa Abad Pertengahan, praktik demokrasi mengalami kemunduran karena dominasi sistem feodal dan monarki absolut. Meskipun begitu, tonggak penting seperti Magna Carta di Inggris dan perkembangan parlemen mulai menumbuhkan kembali semangat demokrasi. Gerakan Pencerahan dan revolusi besar seperti Revolusi Amerika serta Revolusi Prancis semakin memperkuat prinsip-prinsip demokrasi modern, seperti hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan, dan pemerintahan yang berasal dari kehendak rakyat.

Memasuki abad ke-19 dan ke-20, demokrasi berkembang pesat seiring munculnya hak pilih universal dan sistem pemerintahan yang lebih representatif. Indonesia sendiri mulai membangun sistem demokrasi sejak kemerdekaan tahun 1945, meskipun perjalanannya mengalami pasang surut, dari era demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, hingga masa Orde Baru yang otoriter.

Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia memasuki era demokrasi yang lebih terbuka dengan pemilu langsung, kebebasan pers, dan partisipasi masyarakat yang lebih luas. Meski demikian, demokrasi modern masih menghadapi tantangan serius, seperti polarisasi politik, penyebaran disinformasi, dan menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga demokratis. Namun, semangat demokrasi tetap bertahan dan terus diperjuangkan melalui berbagai inovasi politik serta gerakan masyarakat sipil di berbagai belahan dunia.

2. Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian adalah pola atau mekanisme yang mengatur keberadaan, fungsi, dan interaksi partai-partai politik dalam suatu negara. Sistem ini sangat penting dalam kehidupan demokrasi karena partai politik berperan sebagai sarana utama menyalurkan aspirasi rakyat, mencalonkan pemimpin, dan mengisi jabatan politik di lembaga-lembaga negara. Sistem kepartaian di setiap negara berbeda-beda tergantung sejarah politik, budaya, struktur sosial, dan sistem pemilu yang diterapkan.

Baca Juga :  Irfan AB Serap Aspirasi Ketahanan Pangan dan Dukungan untuk UMKM

Secara umum, terdapat tiga jenis utama sistem kepartaian, yaitu sistem satu partai, dua partai, dan multi partai. Sistem satu partai hanya mengizinkan satu partai politik berkuasa dan biasanya diterapkan di negara-negara otoriter. Sistem dua partai didominasi oleh dua partai besar yang bersaing secara bergiliran memerintah, seperti di Amerika Serikat. Sementara itu, sistem multi partai memungkinkan banyak partai bersaing secara bebas dan sering kali menghasilkan koalisi dalam pemerintahan, seperti di Indonesia. Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung pada kestabilan politik, keterwakilan rakyat, serta efektivitas pemerintahan yang dihasilkan.

Sistem kepartaian di Indonesia menganut sistem multi partai, yaitu sistem di mana terdapat banyak partai politik yang dapat berpartisipasi dalam pemilihan umum. Sistem ini telah menjadi ciri khas politik Indonesia sejak awal kemerdekaan dan semakin berkembang setelah era Reformasi tahun 1998. Dalam sistem ini, tidak ada partai tunggal yang secara dominan memenangkan suara mayoritas secara mutlak sehingga pemerintahan hampir selalu dibentuk melalui koalisi.

3. Realitas Partai Politik di Indonesia

Di tengah dinamika politik yang terus bergulir, partai politik di Indonesia menghadapi realitas yang semakin kompleks. Sebagai pilar utama demokrasi, partai-partai sejatinya memegang mandat besar: menjadi penghubung antara rakyat dan negara, memperjuangkan kepentingan publik, serta menjaga integritas sistem demokrasi. Namun, kenyataan di lapangan sering kali jauh dari ideal.

A. Legitimasi yang Kian Dipertanyakan

Legitimasi partai politik hari ini mengalami erosi kepercayaan. Survei demi survei menunjukkan bahwa publik semakin skeptis terhadap komitmen partai dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Banyak partai justru lebih sibuk mengurus kekuasaan daripada mengartikulasikan kepentingan konstituennya. Isu korupsi, politik transaksional, dan oligarki dalam tubuh partai kian memperburuk citra mereka. Di mata sebagian besar masyarakat, partai bukan lagi representasi ideologi atau perjuangan nilai, melainkan kendaraan kekuasaan semata.

Baca Juga :  TSI Gelar Diskusi Soal AMDAL dan Regulasi Kawasan Industri Luwu Timur

B. Kepentingan yang Terpolarisasi

Di banyak kasus, kepentingan partai cenderung elitis dan jangka pendek. Alih-alih memikirkan pembangunan demokrasi yang berkelanjutan, banyak partai terjebak dalam politik pragmatis—berkoalisi tanpa arah ideologis yang jelas, berganti haluan demi kekuasaan, dan memanipulasi sistem untuk mempertahankan status quo. Dalam pemilu, calon yang diusung sering kali bukan representasi nilai, tetapi figur populer yang dianggap mampu “menjual suara”. Politik uang pun masih marak, menunjukkan bahwa partai lebih mementingkan kemenangan ketimbang kualitas demokrasi.

C. Masa Depan Demokrasi: Antara Optimisme dan Kekhawatiran

Ke depan, masa depan demokrasi Indonesia sangat ditentukan oleh reformasi internal partai. Jika partai politik gagal bertransformasi menjadi institusi yang transparan, akuntabel, dan benar-benar berpihak pada rakyat, maka demokrasi Indonesia akan terus berada dalam ancaman. Politik elektoral yang dangkal, dominasi elite, dan apatisme publik bisa menjadi bom waktu yang merusak fondasi demokrasi itu sendiri.

Namun, harapan belum sepenuhnya hilang. Munculnya kesadaran politik di kalangan generasi muda, tekanan masyarakat sipil, dan tuntutan akan transparansi memberi ruang untuk perbaikan. Jika partai mampu membuka diri terhadap regenerasi, memperkuat kaderisasi, dan meletakkan kepentingan publik di atas kepentingan elite, maka demokrasi Indonesia masih punya masa depan.

Realitas partai politik hari ini memang sarat tantangan, namun bukan tanpa peluang. Masa depan demokrasi Indonesia sangat bergantung pada kemampuan partai untuk merebut kembali kepercayaan rakyat, menjadikan kepentingan publik sebagai prioritas, dan memutus mata rantai politik transaksional. Dalam demokrasi yang sehat, partai bukan sekadar alat kekuasaan, melainkan fondasi moral dan intelektual dari negara yang ingin maju.