News  

Kemen PPPA Kawal Ketat Kasus Kekerasan Seksual Anak di Bekasi

Walai.id, Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menegaskan komitmennya dalam mengawal kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak sebagai pelaku dan korban di Kota Bekasi, Jawa Barat.

Menteri PPPA Arifah Fauzi menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa tersebut dan memastikan negara hadir dalam melindungi hak-hak anak, Jakarta, 11/6/2025.

“Kita tidak boleh mengabaikan hak atas rasa aman, perlindungan, dan keadilan bagi anak korban yang harus benar-benar dipenuhi. Negara harus berpihak secara tegas kepada korban, sekaligus menjalankan proses hukum terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) dengan pendekatan yang adil, edukatif, dan tidak diskriminatif,” tegas Menteri Arifah mengacu pada amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

Menurutnya, masih terdapat kesenjangan dalam pemahaman dan implementasi UU SPPA di berbagai daerah. Ketidaksesuaian penyampaian informasi serta miskomunikasi antara aparat penegak hukum, petugas layanan perlindungan anak, dan masyarakat menyebabkan penanganan kasus kerap tidak berpihak pada kepentingan terbaik anak.

Baca Juga :  BSU 2025 Cair: Ini 4 Tanda Dana Sudah Masuk ke Rekening Kamu

“Kami mencermati adanya kesenjangan pemahaman, baik di tingkat kepolisian, Dinas PPPA, maupun UPTD PPA. Hal ini bukan semata kelalaian, melainkan karena kebutuhan pelatihan dan pembekalan yang hingga kini belum merata,” jelasnya.

Sebagai respons konkret, Kemen PPPA saat ini tengah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menyusun pedoman pelatihan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Kemen PPPA juga akan bekerja sama dengan Bareskrim Polri dalam memberikan asistensi kasus serupa guna memperkuat perlindungan anak secara holistik.

Menteri Arifah juga menyoroti pentingnya proses diversi yang sesuai dengan UU SPPA. Diversi, yang merupakan upaya penyelesaian perkara di luar peradilan pidana, harus dijalankan dengan melibatkan pekerja sosial profesional dan pembimbing kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas).

Baca Juga :  Kejari Maros Tetapkan Tersangka Baru Korupsi Internet

“Diversi bukan semata pengalihan perkara, tetapi proses hukum yang berbasis pemulihan. Laporan penelitian sosial (litsos) dari Pekerja Sosial dan pendampingan dari Pembimbing Kemasyarakatan sangat diperlukan agar keputusan pembinaan memperhatikan baik pelaku maupun pemulihan korban,” jelas Arifah.

Lebih jauh, Menteri PPPA menegaskan bahwa negara tidak mentoleransi segala bentuk kekerasan seksual. “Semua anak berhak atas perlindungan dan semua proses hukum harus berkeadilan. Kepentingan terbaik bagi anak, terutama anak korban, harus menjadi prioritas utama,” katanya.

Kemen PPPA juga mengimbau masyarakat untuk tidak ragu melapor jika mengetahui kasus kekerasan. Laporan dapat disampaikan melalui UPTD PPA setempat, penyedia layanan masyarakat, atau pihak kepolisian. Selain itu, tersedia juga layanan hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 serta WhatsApp di nomor 08111-129-129.