Walai.id, Jakarta – Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Maxi Rein Rondonuwu, mengungkapkan bahwa salah satu dampak kesehatan yang diakibatkan oleh polusi udara yang tidak sehat adalah meningkatnya risiko penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Untuk mencegah dampak negatif dari polusi udara ini, Maxi mengajak masyarakat pada Senin (28/8/2023) untuk menerapkan prinsip 6M+1S. Pertama, memeriksa kualitas udara melalui aplikasi atau situs web.
“Kedua, mengurangi aktivitas di luar ruangan dan menutup ventilasi di rumah/kantor/sekolah/tempat umum saat polusi udara tinggi. Ketiga, menggunakan penjernih udara dalam ruangan. Keempat, menghindari sumber polusi dan asap rokok,” ungkap Maxi.
Selanjutnya, kelima, menggunakan masker saat polusi udara tinggi. Keenam, menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Dan ketujuh, berkonsultasi secara daring/luring dengan tenaga kesehatan jika muncul keluhan pernapasan.
Menurut Maxi, data surveilans selama enam bulan terakhir menunjukkan adanya peningkatan kasus ISPA yang dilaporkan dari Puskesmas dan rumah sakit di wilayah Jabodetabek, dengan wilayah DKI Jakarta mencatat 100 ribu kasus per bulan.
Untuk menangani persoalan ini dalam konteks kesehatan, Kemenkes tidak hanya mengajak masyarakat menerapkan prinsip 6M+1S, tetapi juga melakukan pemantauan kasus ISPA secara real-time di Puskesmas Jabodetabek dan kasus pneumonia di rumah sakit. Selain itu, Kemenkes telah membentuk Komite Penanggulangan Penyakit Pernapasan dan Dampak Polusi Udara.
“Kami juga telah mengidentifikasi rumah sakit yang dapat menangani kasus pneumonia, terutama di wilayah Jabodetabek,” sambung Maxi.
Polusi Udara sebagai Faktor Risiko Kematian
Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Pernapasan dan Dampak Polusi Udara, Agus Dwi Susanto, mengungkapkan bahwa penyakit pernapasan termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Indonesia.
Berdasarkan survei Bappenas 2022, peningkatan polusi udara berkontribusi pada peningkatan kasus ISPA dan pneumonia di wilayah DKI Jakarta dalam kurun waktu hampir 10 tahun setelah penelitian dilakukan.
“Polusi udara juga merupakan faktor risiko kematian terbesar kelima di Indonesia setelah hipertensi, gula darah tinggi, merokok, dan obesitas. Oleh karena itu, dalam kondisi udara yang tidak sehat seperti saat ini, masyarakat diimbau menerapkan prinsip 6M+1S,” tambah Agus.
Lebih lanjut, hal ini sangat penting terutama bagi individu yang pernah menderita penyakit pernapasan dan kelompok yang lebih rentan terhadap dampak polusi udara, seperti anak-anak, ibu hamil, individu dengan kondisi komorbid, dan orang lanjut usia.
Sejumlah penelitian mengindikasikan bahwa infeksi sekunder pada penyakit pernapasan umumnya lebih berisiko daripada infeksi awal.