News  

Ombudsman RI Temukan Empat Potensi Maladministrasi dalam Program Makan Bergizi Gratis

Walai.id, JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia menemukan empat potensi maladministrasi dalam penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Temuan itu meliputi penundaan berlarut, diskriminasi, ketidakmampuan, dan penyimpangan prosedur.

Hasil kajian cepat (Rapid Assessment) ini disampaikan Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Selasa (30/9/2025).

Program MBG menargetkan 82,9 juta penerima manfaat dengan alokasi anggaran Rp71 triliun pada 2025, dan menempatkan Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai koordinator utama. Namun hingga September 2025, Ombudsman mencatat baru 26,7 persen Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berfungsi. Kondisi ini dinilai berisiko besar menghambat pencapaian target.

Menurut Yeka, potensi penundaan berlarut terjadi pada proses verifikasi mitra yang tidak memiliki kepastian waktu dan keterlambatan honorarium staf lapangan. Ombudsman juga menyoroti indikasi diskriminasi berupa afiliasi yayasan dengan jejaring politik yang rawan konflik kepentingan.

Baca Juga :  Prabowo Saksikan Penandatanganan CEPA Kanada–Indonesia

Dari sisi kompetensi, kelemahan tampak pada penerapan standar operasional, seperti ketiadaan catatan suhu atau retained sample di dapur. Sementara penyimpangan prosedur muncul dalam pengadaan bahan pangan yang tidak sesuai kontrak, misalnya beras medium diterima padahal kontrak tertulis premium.

Selain itu, Ombudsman mengidentifikasi delapan masalah utama, di antaranya: kesenjangan target dan realisasi capaian, maraknya kasus keracunan massal, penetapan mitra yang belum transparan, keterlambatan honorarium, mutu bahan baku tanpa standar tegas, ketidakkonsistenan penerapan HACCP, distribusi makanan yang masih membebani guru, serta pengawasan yang lemah dan belum berbasis data.

Baca Juga :  Tonggak Bersejarah: Indonesia-UE Sepakati Kemitraan Ekonomi

“Delapan permasalahan tersebut menimbulkan risiko turunnya kepercayaan publik. Karena itu diperlukan langkah cepat, terukur, dan transparan agar tujuan MBG sebagai wujud kehadiran negara tetap terjaga,” kata Yeka.

Ombudsman mendesak BGN melakukan perbaikan mendasar, termasuk penyempurnaan regulasi kemitraan, penguatan SDM, keterlibatan BPOM dalam pengawasan pangan, pembangunan dashboard digital untuk pemantauan real-time, serta perlindungan bagi guru yang terlibat distribusi. Evaluasi SPPG juga diwajibkan agar keamanan pangan terjamin dan insiden kesehatan tidak terulang.

Ombudsman menegaskan komitmennya mengawal program MBG demi pemenuhan hak dasar masyarakat. “Keberhasilan MBG harus dilihat dari tata kelola yang baik, penggunaan anggaran yang akuntabel, dan penerapan sertifikasi pangan menuju zero accident di setiap SPPG,” pungkas Yeka.