News  

Trump Tangguhkan Tarif Dagang, Kecuali untuk China: Pasar Langsung Menguat

Walai.id, Washington – Presiden Donald Trump secara mengejutkan mengumumkan penangguhan tarif dagang baru terhadap sebagian besar negara mitra dagang Amerika Serikat, Kamis, 10/4/2025.

Keputusan ini disambut positif oleh pasar keuangan, namun tetap memicu kekhawatiran terkait hubungan dagang dengan China dan potensi resesi global.

Dalam pengumumannya, Trump menyatakan bahwa tarif “resiprokal” yang baru diberlakukan akan ditangguhkan selama 90 hari untuk semua negara kecuali China. 

Selama masa penangguhan, tarif seragam sebesar 10% akan diterapkan. Sebaliknya, tarif untuk impor asal China justru dinaikkan drastis menjadi 125%.

Baca Juga :  Microsoft Resmi Gelontorkan Investasi Rp27 Triliun untuk Cloud dan AI di Indonesia

Langkah ini disebut sebagai upaya memberi waktu untuk negosiasi perdagangan bilateral yang lebih spesifik. Meski begitu, kebijakan ini tidak mencakup sektor-sektor strategis seperti otomotif, baja, farmasi, dan semikonduktor, yang tetap dikenakan tarif tinggi.

Keputusan Trump memicu lonjakan tajam di pasar saham. Indeks S&P 500 melonjak lebih dari 7% dalam hitungan menit setelah pengumuman. Investor menyambut baik langkah ini sebagai sinyal bahwa ketegangan dagang global mungkin akan mereda dalam waktu dekat.

Namun, kegembiraan pasar tidak berlaku merata. Saham perusahaan farmasi besar seperti Roche, Novartis, dan Novo Nordisk anjlok lebih dari 5,5% akibat tarif luas terhadap impor farmasi. Sementara itu, sektor energi dan tambang turut terpukul oleh penurunan harga minyak dan kebijakan tarif terhadap ekspor logam dari China.

Baca Juga :  Menteri Kehutanan Komitmen Bangun Sistem Kepegawaian Berbasis Merit

Pemerintah Uni Eropa diperkirakan akan menggelar pemungutan suara terkait langkah balasan atas tarif AS. Sementara itu, China mengancam akan membalas dengan tindakan serupa terhadap produk Amerika.

Menteri Keuangan Jerman, Joerg Kukies, memperingatkan bahwa konflik dagang yang memanas bisa mendorong Eropa dan dunia menuju resesi. Para ekonom juga menyoroti risiko munculnya pasar bearish jika ketidakpastian ini terus berlanjut.