Rencana Pemblokiran Aplikas TikTok di AS bukan sekadar soal aktivitas spionase, melainkan juga tentang bagaimana negara menjaga kedaulatan teknologi dan industri dalam negerinya.
Tidak bisa dipungkiri, TikTok perlahan mulai menggeser tren aktivitas dunia digital kususnya sosial media. Platform ini membuat raksasa teknologi pendahulunya, khususnya yang bergerak di sektor media sosial, mulai ketar-ketir. Sebut saja Meta (Facebook, Instagram), Google (YouTube), dan Tesla (Twitter). Mereka mulai belajar dari sejarah, seperti bagaimana BBM (BlackBerry Messenger) hancur karena kehadiran WhatsApp, iMessage, dan aplikasi lainnya seperti Line dan Telegram yang menawarkan fitur lebih modern.
Kekhawatiran para raksasa teknologi terhadap TikTok adalah karena platform ini dianggap mengancam kedaulatan teknologi negara adidaya tersebut. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana pasar smartphone saat ini dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asal China dan Korea. Sementara itu, di Amerika, meski iPhone menguasai pasar domestik sebesar 62%, perusahaan-perusahaan smartphone AS hanya mampu menguasai 16-18% pasar dunia.
TikTok di AS:
Meskipun menghadapi potensi larangan di AS, TikTok tetap populer, terutama di kalangan remaja. Pada Oktober 2024, 79% remaja di AS menggunakan platform ini setidaknya sekali sebulan.
Jika TikTok benar-benar dilarang di AS, diperkirakan sekitar $8,64 miliar belanja iklan akan dialihkan ke platform lain. Meta (induk perusahaan Facebook dan Instagram) berpotensi memperoleh tambahan pendapatan iklan sebesar $2,46 hingga $3,38 miliar, yang jika dirupiahkan sekitar Rp 38,13 triliun hingga Rp 52,39 triliun.
Bukan hanya Meta, tetapi Google dan Twitter (Tesla) juga akan meraup keuntungan besar dari pemblokiran TikTok di AS.
Keterlibatan Negara dalam Pasar:
Hal yang menarik untuk dicatat adalah bagaimana negara AS, yang selama ini kita kenal dengan paham liberal dan ekonomi pasar bebas, kini terlibat negara begitu kuat dalam pasar untuk melindungi kedaulatan teknologi dan industri dalam negerinya. Ini adalah langkah yang menunjukkan betapa pentingnya negara dalam menjaga ekonominya.
Pelajaran untuk Indonesia:
Sekarang, mari kita lihat Indonesia. Mengapa kita tidak menerapkan kebijakan tegas yang sama untuk menghentikan peredaran judi online (Judol)? Ketika negara sedang giat-giatnya memblokir situs judi, malah iklan judi semakin marak di media sosial seperti Facebook dan lainnya. Bukankah ini penghinaan terhadap komdigi dan negara.
Begitu pula dengan aplikasi slot judi yang disamarkan sebagai game, namun pada kenyataannya digunakan untuk jual beli chip judi. Mengapa negara begitu sulit untuk mengintervensi App Store dan Play Store untuk memblokir aplikasi-aplikasi tersebut, khususnya untuk IP address Indonesia? Kita harus belajar dari Amerika tentang bagaimana cara menjaga kedaulatan teknologi, bisnis rakyat, dan industri domestik.
Potensi Pasar Indonesia:
Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar. Dengan jumlah penduduk lebih dari 280 juta dan penetrasi internet lebih dari 77% (sekitar 210 juta pengguna), kita memiliki pasar yang hampir setara dengan AS dalam hal jumlah pengguna internet. Jika kita berhasil membangun platform sosial media sendiri, potensi ekonomi yang dapat dihasilkan bisa mencapai 30-50 triliun rupiah yang masuk ke dalam kantong industri dalam negeri.
Jadi Ini bukan masalah kemampuan, tetapi soal keberanian. Kita harus belajar dari Amerika bagaimana caranya melawan judi online, menjaga kedaulatan teknologi, melindungi industri dalam negeri, dan memastikan ekonomi pasar dikuasai oleh produk dalam negeri.
Abudhar, Maros, 18/1/2025.