News  

15 Ormas di Maros Ajukan Penangguhan Penahanan untuk Guru Ponpes yang Dilaporkan atas Dugaan Pencabulan

Walai.id, Maros – Sejumlah Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) di Maros, Sulawesi Selatan, mengajukan surat pernyataan jaminan penangguhan penahanan terhadap tersangka AH (40), mantan guru pondok pesantren Hj Haniah, yang sebelumnya dilaporkan atas dugaan kasus pencabulan terhadap santrinya.

Surat jaminan tersebut diserahkan langsung ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Maros, pada Rabu (11/12/2024).

“Kami memasukkan surat jaminan penangguhan terkait kasus ini, agar saudara kami dapat mendapatkan penangguhan penahanan,” ucap Ketua PC PMII Maros, Muh Haider Idris.

Haider juga menjelaskan bahwa pihaknya bersama ormas lainnya tidak yakin AH melakukan tindakan pencabulan sebagaimana yang dilaporkan oleh salah satu orang tua santri.

“Kami memberikan dukungan kepada beliau, karena kami yakin saudara kami tidak melakukan hal demikian (pencabulan), kami mengenal beliau dengan baik,” terangnya.

Setidaknya ada 15 ormas yang mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan/pengalihan status penahanan terhadap tersangka AH dalam kasus ini.

Mereka bersedia bertindak sebagai penjamin dalam permohonan penangguhan/pengalihan status penahanan terhadap tersangka AH. Mereka menyatakan bahwa tersangka tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti, serta tidak akan menghambat jalannya pemeriksaan oleh penyidik. Tersangka juga dapat dihadirkan bila diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan lebih lanjut.

Baca Juga :  Inalillahi Wainnailaihi Rojiun, Nurhasan, Tutup Usia

“Kami membawa banyak surat dukungan dari berbagai elemen, mulai dari pondok pesantren, OKP, termasuk ormas. Totalnya ada 15,” jelasnya.

Ke-15 ormas yang menyerahkan surat jaminan penangguhan tersebut adalah PC NU Maros, Forum Pimpinan Pondok Pesantren, Yayasan Syyidina Ubay Bin Ka’ab, Pondok Pesantren Nurul Ihwan Maros, Pondok Pesantren Almubarak, Pondok Pesantren DDI Darul Mujahidin, PC GP Ansor, LBH GP Ansor, Banser, IKA PMII, PC PMII, PB HIPMI, IPNU, IPPNU, hingga Pemuda Kabbah.

Surat jaminan penangguhan itu menegaskan bahwa tersangka tidak akan lari dari proses hukum yang berlangsung.

“Kami melakukan pendampingan agar saudara kami mendapatkan perlakuan dan pendampingan hukum yang sesuai,” pungkas Haider.

Sebelumnya, tersangka AH melalui kuasa hukumnya, Budi Minzathu, membantah tuduhan pencabulan yang dilakukan oleh kliennya terhadap 20 orang santriwati di pondok pesantren.

Menurut Budi, tuduhan tersebut bertolak belakang dengan pemberitaan yang sempat viral.

Baca Juga :  Bupati Maros Menggelar Coffee Morning Bersama Kepala OPD

“Segala tindakan yang dilakukan terhadap anak didiknya murni sebagai seorang pendidik. Tindakan yang dilakukan sebatas teguran yang bersifat mendidik. Tidak ada perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk melecehkan santri,” ungkapnya, pada Selasa (10/12).

Budi juga mempertanyakan klaim bahwa terdapat 20 korban dalam kasus ini. Ia menambahkan bahwa di kepolisian hanya enam santri yang diperiksa. Informasi soal 20 korban tidak berdasar, karena hanya satu laporan yang masuk.

Selain itu, Budi menanggapi rekaman percakapan antara kliennya dan salah satu keluarga dari santriwati yang sempat viral di media sosial.

“Di rekaman itu, AH meminta maaf tanpa diberikan kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya. AH berusaha menjelaskan jika dianggap salah, akan meminta maaf, tetapi tidak diberi kesempatan,” bebernya.

Budi menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan kliennya tidak dapat serta-merta dikategorikan sebagai pelecehan. Apalagi cubitan yang dilakukan sebagai bentuk peringatan dan teguran kepada santri agar termotivasi.

“Kalau kita berbicara mengenai peristiwa yang dianggap belum bisa dikategorikan sebagai pelecehan, karena tindakan AH hanya sebagai peringatan dan didikan pada siswanya. Tidak ada nafsu birahi yang menjadi dasar tindakan tersebut. Tidak dilakukan berdua dengan siswi dan bukan di tempat tersembunyi,” pungkasnya.