News  

Komnas Perempuan Dorong Penghapusan Kebijakan Diskriminatifo

Walai.id, Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyambut baik koreksi atas kebijakan busana putri dalam pelaksanaan tugas Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang disampaikan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pada Kamis, 15 Agustus 2024.

Komnas Perempuan berharap koreksi ini menjadi momentum untuk mempercepat penghapusan kebijakan diskriminatif, baik di tingkat nasional maupun daerah, terutama yang terkait dengan kewajiban atau pelarangan busana dengan atribut identitas keagamaan tertentu.

Komnas Perempuan menilai bahwa keberadaan kebijakan diskriminatif mencerminkan kerangka pikir penyelenggara negara yang belum sepenuhnya memahami prinsip non-diskriminasi dalam pemenuhan hak asasi manusia yang telah dijamin dalam Konstitusi.

Imam Nahei, komisioner Komnas Perempuan, menegaskan bahwa mengenakan busana sesuai dengan keyakinan adalah hak yang tidak boleh dipaksakan oleh negara, baik dalam bentuk kewajiban maupun pelarangan.

“Negara harus menghormati keyakinan warga dalam mengamalkan ajaran atau keyakinannya, termasuk dalam berbusana,” jelas Nahei.

Baca Juga :  DWP Kemendag Gelar Bazar “UMKM Bahagia di September Ceria” untuk Promosikan Produk Lokal

Pengaturan busana yang dipaksakan oleh negara, menurut Imam Nahei, dapat menghalangi penikmatan hak asasi tersebut dan melanggar hak atas rasa aman. Dewi Kanti, komisioner lainnya, menekankan bahwa pengaturan busana memiliki dampak diskriminatif bagi perempuan, terutama karena mereka sering dijadikan simbol moralitas dalam masyarakat.

Ia mengingatkan bahwa Komnas Perempuan terus mendorong agar para penyelenggara negara tidak mengeluarkan kebijakan yang membatasi atau mewajibkan penggunaan busana tertentu berdasarkan keyakinan agama, khususnya di lingkungan pemerintahan, pendidikan, dan ruang publik.

Komnas Perempuan mencatat masih ada sekurangnya 73 kebijakan diskriminatif terkait pengaturan busana di berbagai daerah.

Kebijakan-kebijakan ini, menurut Dewi Kanti, tidak hanya menciptakan keseragaman yang memaksakan, tetapi juga dapat menyebabkan dampak psikologis yang serius bagi korban, termasuk trauma, depresi, dan bahkan percobaan bunuh diri.

Baca Juga :  Zidane Alnesa Pratama Raih Emas di Debut PON XXI Aceh-Sumut 2024

Menyikapi situasi ini, Komnas Perempuan mendesak langkah-langkah yang lebih sistematis untuk mengatasi persoalan ini agar tidak terus berulang.

Selain itu, Komnas Perempuan juga telah merekomendasikan kepada Presiden untuk membatalkan kebijakan kepala daerah yang diskriminatif, memastikan pemahaman tentang prinsip non-diskriminasi dalam penyelenggaraan negara, dan mengembangkan mekanisme pemulihan bagi korban kebijakan diskriminatif.

Komnas Perempuan juga mendorong Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk mengembangkan mekanisme monitoring guna memastikan pemulihan dari dampak polemik kebijakan Paskibraka serta menghindari potensi diskriminasi lainnya.

Komisioner Veryanto Sitohang menambahkan bahwa persyaratan busana dalam Paskibraka dapat berdampak signifikan terhadap kesehatan mental dan prestasi peserta, terutama anak perempuan, sehingga aturan semacam ini dapat dinilai diskriminatif berbasis gender.

Komnas Perempuan juga menyoroti bahwa beberapa persyaratan dalam Paskibraka dapat membatasi kelompok anak berdasarkan kemampuan fisik.

“Paskibraka adalah ajang prestasi bergengsi yang perlu diakses oleh semua kelompok,” tutup Veryanto.

(Visited 6 times, 1 visits today)