News  

Pemenuhan Hak untuk Tahu Masih Senjang Gender dan Kelompok Rentan

Walai.id, Nasional – Hari Hak Untuk Tahu Sedunia (Internasional Right to Know Day) lahir dari upaya organisasi-organisasi global yang tergabung dalam Jaringan Advokat Kebebasan Informasi untuk mempromosikan dan memperjuangkan hak akses individu atas informasi dan pemerintahan yang transparan.

Mereka mengusulkan agar 28 September ditetapkan sebagai Hari Hak Untuk Tahu Sedunia. Promosi hak atas informasi bagi setiap orang berkait-paut dengan tata-kelola dan tata-laksana pemerintahan yang transparan, demokratis, dan memberdayakan dengan melibatkan warga negara untuk berpartisipasi penuh dalam pemerintahan. Hak untuk tahu adalah salah satu hak asasi manusia yang wajib dipenuhi oleh negara.

UU HAM Pasal 14 ayat (1 dan 2) memastikan bahwa “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya” dan “setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.”

Hak untuk tahu juga merupakan hak konstitusional setiap warga Indonesia sebagaimana diamanatkan UUD 1945 Pasal 18 F yang menjamin bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.

Sebagai hak yang melekat pada setiap warga negara, hak untuk tahu diatur dalam UU No. 12 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengamanatkan bahwa setiap informasi publik harus dapat diperoleh secara cepat dan tepat waktu (Pasal 2 ayat (3)).

Baca Juga :  BI Tegaskan Uang Rp 10.000 Tahun Emisi 2005 Masih Berlaku

“Oleh karena itu, kementerian/lembaga negara pada setiap tingkatan pemerintah daerah wajib mengelola layanan informasi publik dengan memanfaatkan saluran-saluran yang tersedia dan aksesibel,” kata Retty Ratnawaty, Komisioner Komnas Perempuan, Jakarta pada Kamis 28/9/2023.

Menurut Retty, tata-kelola dan tata laksana informasi publik yang transparan dan akses warga negara merupakan implementasi dari amanat Konstitusi dan standar HAM internasional.

Kondisi geografis Indonesia juga perlu menjadi pertimbangan, Terdapat daerah-daerah kepulauan yang membutuhkan penyikapan afirmatif agar hak untuk tahu warga di sana khususnya perempuan korban kekerasan berbasis gender dapat dipenuhi.

Pemenuhan hak untuk tahu tak hanya berkaitan dengan pemerintahan yang terbuka, sekaligus juga pemerintahan berkeadilan gender.

Menyambut Hari Hak untuk Tahu Sedunia 2023, Komnas Perempuan mencatat masih terdapat pelanggaran hak atas informasi di Tanah Air pada tahun-tahun belakangan ini.

“Pelanggaran hak untuk tahu masih kerap ditemukan di lapas maupun rutan, dan terus berulang melalui sikap tak transparan petugas terhadap istri atau keluarga korban. Saat laki-laki narapidana atau tahanan sakit, keluarga tidak diberitahu penyakit yang deritanya, bahkan dihambat untuk bertemu. Hasil pemeriksaan medis tidak disampaikan. Juga hasil otopsi narapidana atau tahanan yang ditemukan tewas di selnya dan ada dugaan penyiksaan pada jasad, tidak diberikan kepada istri atau keluarga ketika dimintakan. Hal ini merupakan pelanggaran atas hak atas informasi di lapas atau tahanan terhadap istri atau keluarga korban. Mandela Rules telah memastikan pemenuhan hak untuk tahu bagi para tahanan di lapas atau rutan dan berlaku tanpa diskriminasi,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat.

Baca Juga :  Kemenparekraf Dukung Indonesia International Culture Festival 2024

Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan mengingatkan bahwa kelompok rentan seperti perempuan dan penyandang disabilitas merupakan warga yang kerap diabaikan haknya. Seperti ketika berhadapan dengan hukum, baik sebagai tersangka, saksi maupun korban.

“UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memandatkan pemenuhan hak informasi ini khususnya hak-hak korban disampaikan dan dirujuk oleh pejabat berwenang di setiap tingkat pemeriksaan, sejak pelaporan sampai ketika pelakunya akan selesai menjalankan hukumannya. Meski demikian, kebebasan informasi juga ada pembatasan khususnya untuk perlindungan pribadi korban TPKS dalam bentuk pengaburan identitas dalam semua dokumen hukum yang akan diakses publik,” ujar Siti.

Merayakan Hari Hak untuk Tahu Sedunia, Komnas Perempuan mendorong setiap kementerian/lembaga
negara dan instansi pemerintahan terkait agar mengelola informasi publik secara transparan dan berkelanjutan dengan tetap menaati pembatasan-pembatasan yang dimandatkan undang-undang melalui media yang tersedia, mudah diakses hingga wilayah terluar, terpencil dan termiskin serta wilayah kepulauan.

Tinggalkan Balasan