Walai.id, Jakarta – Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama dengan Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), yang merupakan kemitraan antara pemerintah Australia dan Indonesia, telah menemukan indikasi pemulihan pembelajaran (learning recovery) di Indonesia.
Sebagai mitra pendidikan antara Indonesia dan Australia, Program INOVASI telah mendukung peningkatan mutu pendidikan dasar, terutama dalam bidang literasi dan numerasi sejak tahun 2016. INOVASI telah berkolaborasi dengan empat provinsi mitra di Indonesia, yaitu Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Utara.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sepanjang tahun 2020–2023, Indonesia dinilai telah membuat kemajuan dalam proses transformasi pembelajaran. Setelah menghadapi krisis pembelajaran yang diperparah oleh pandemi COVID-19, pendidikan Indonesia mulai pulih. Temuan ini telah dirangkum dalam buku berjudul “Bangkit Lebih Kuat: Studi Kesenjangan Pembelajaran,” yang diluncurkan pada Selasa (26/9/2023) di Jakarta.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menekankan pentingnya gotong royong dalam Merdeka Belajar. “Merdeka Belajar dirancang sebagai gerakan, sehingga semua lapisan masyarakat terlibat dalam transformasi sistem pendidikan,” ungkapnya.
Merdeka Belajar adalah upaya sistemik untuk mengatasi krisis pembelajaran yang telah berlangsung lama dan semakin parah akibat pandemi. Pandemi justru memberikan kesempatan untuk mengakselerasi pendidikan dengan memberikan kemerdekaan bagi guru dalam menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
Acara peluncuran buku “Bangkit Lebih Kuat: Studi Kesenjangan Pembelajaran” juga dihadiri oleh Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Stephen Scott. Dalam sambutannya, Stephen Scott menyatakan komitmen pemerintah Australia untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Dalam laporan yang disampaikan oleh Kepala BSKAP Anindito Aditomo, terungkap bahwa ada penurunan hasil belajar peserta didik setelah satu tahun pandemi COVID-19, yaitu setara dengan enam bulan pembelajaran untuk literasi dan lima bulan untuk numerasi. Berbagai inovasi Merdeka Belajar, termasuk Kurikulum Merdeka, hadir sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut.
Menurut Anindito, Kurikulum Merdeka yang lebih fleksibel dan berfokus pada kemampuan esensial telah memberikan dampak positif pada capaian belajar siswa. Hasil studi selama tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa Kurikulum Merdeka berhasil mengurangi kesenjangan pembelajaran setara dengan dua bulan pembelajaran.
Kepala BSKAP menekankan bahwa transformasi pendidikan memerlukan kerja sama semua pihak. Kurikulum Merdeka memberi ruang bagi pemerintah daerah dan satuan pendidikan untuk merancang program pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka.
Stacia Alessandra Nau, seorang guru SD Inpres Rata di Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, mendukung penerapan Kurikulum Merdeka sebagai solusi atas hilangnya pembelajaran akibat pandemi. Dia menjelaskan bagaimana guru-guru bekerja door-to-door untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar.
“Saat ini kami sudah menerapkan Kurikulum Merdeka karena kami diberi kebebasan untuk menerapkan pembelajaran yang relevan bagi anak,” tambahnya.
Hasil studi ini memvalidasi pentingnya Merdeka Belajar dalam memperbaiki sistem pendidikan Indonesia dan memberikan landasan bagi kebijakan pendidikan yang lebih baik di masa depan.