Walai.id, Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya Direktorat Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3, terus berkomitmen untuk meningkatkan pengelolaan limbah berbahaya beracun (B3) dan non-B3 di seluruh Indonesia.
Dalam upaya mencapai tujuan ini, sinergi, kolaborasi, dan kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah ditingkatkan guna memastikan keterpaduan dalam pengelolaan limbah yang sesuai dengan visi dan misi yang sama.
Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan PP Nomor 22 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat perubahan signifikan dalam pengaturan pengelolaan limbah B3 dan non-B3. Termasuk pengenalan istilah izin lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik yang lebih efisien dan transparan.
Pemerintah daerah perlu mengikuti perkembangan isu lingkungan, khususnya dalam pengelolaan limbah B3 dan non-B3 yang semakin kompleks dan memerlukan perhatian serius. Untuk itu, KLHK bersama Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan pemerintah daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan Badan Koordinasi Masyarakat Desa (BKMD) perlu memiliki pemahaman dan standar teknis yang sama agar prosedur dan proses evaluasi yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sejalan dengan semangat ini, Direktorat Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3, Ditjen Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) KLHK, mengadakan kegiatan Supervisi Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) dan Non Bahan Berbahaya Beracun (Non B3) secara hybrid (offline dan online). Kegiatan ini melibatkan perwakilan DLH dan BKMD dari provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia. Acara ini berlangsung pada tanggal 31 Agustus hingga 1 September 2023 di Yogyakarta.
Achmad Gunawan Widjaksono, Direktur Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 Ditjen PSLB3 KLHK, menyampaikan bahwa saat ini Indonesia telah berhasil mengelola sekitar 5 juta ton limbah B3 dan non-B3. Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi, pengelolaan limbah juga berpotensi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), memberikan pendapatan tambahan bagi perusahaan melalui konsep ekonomi sirkular, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup bagi masyarakat.
Achmad Gunawan juga menekankan perlunya meningkatkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan limbah B3 dan non-B3 agar pelaksanaan di lapangan sesuai dengan perundangan yang berlaku dan kepentingan para pemangku kepentingan.
“Kegiatan supervisi kali ini bertujuan untuk meningkatkan sinergi dalam implementasi kebijakan dan mempromosikan ekonomi sirkular dalam pengelolaan limbah B3 dan non-B3,” kata Achmad Gunawan.
Supervisi ini mencakup pemaparan materi dari narasumber KLHK dan BKPM, diskusi tematik, FGD, dan analisis dokumen. Narasumber yang hadir termasuk Mitta Ratna Djuwita, Kasubdit Penetapan dan Notifikasi PLB3 dan Non B3; Amsor, Kasubdit Penilaian Kinerja PLB3; JS. Meyer Siburian, Direktur Kerjasama Pelaksanaan Berusaha, Kementerian Investasi/BKPM; dan Mamik Sulistyaningsih dari Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK.
Acara ini diikuti oleh lebih dari 600 peserta secara online dan sekitar 50 peserta yang hadir langsung di lokasi, mewakili Dinas Lingkungan Hidup dan PTSP dari provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia.(*)