News  

MK Lanjut Gelar Sidang Empat Perkara UU Ciptaker

Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi

Walai.id, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang lanjutan pengujian empat perkara Pengujian Formil Undang-Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang terhadap UUD 1945 pada Kamis (6/7), pukul 11.00 WIB dengan agenda Mendengarkan Keterangan DPR dan Presiden. 

Sebanyak empar perkara tersebut terdiri dari 40,41,46,50/PUU-XXI/2023 yang diajukan berbagai aliansi serikat atau federasi pekerja.

Menurut Pemohon perkara nomor 40/PUU-XXI/2023, pemberlakuan Pasal 81 menjadi penyebab terjadinya hilangnya pekerjaan dan penghidupan yang layak serta hilangnya hak-hak serta kewenangan sebagai pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang bertujuan untuk memperjuangkan dan membela kepentingan pekerja melalui keterwakilan di lembaga-lembaga yang menentukan kesejahteraan pekerja seperti Lembaga Kerja Sama Tripartit, Dewan Pengupahan, maupun pembelaan pekerja melalui hak runding.

Selanjutnya Pemohon 41/PUU-XXI/2023 menyampaikan karena Perppu 2/2022 ditetapkan pada 30 Desember 2022 namun Perppu baru mendapatkan persetujuan DPR dalam masa sidang kedua setelah Perppu ditetapkan. 

Baca Juga :  Suami di Maros Tega Bunuh Istri karena Sering Diminta Cari Kerja

Artinya, telah terjadi pelanggaran terhadap perintah ‘harus’ mendapat persetujuan DPR dalam masa sidang pertama DPR yang dimulai sejak 10 Januari 2023 sampai dengan 16 Februari 2023. 

Karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 52 ayat (1) UU 12/2011 berikut Penjelasannya, persetujuan DPR atas Perppu 2/2022 menjadi undang-undang mengandung cacat formil atau cacat konstitusi.

Kemudian Pemohon 46/PUU-XXI/2023 berpendapat bahwa seharusnya Pemerintah dan DPR memperbaiki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa untuk lebih melibatkan partisipasi publik. 

Apabila pembentukan undangundang dengan proses dan mekanisme yang tertutup dan jauh dari keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isinya maka dapat dikatakan pembentukan undang-undang tersebut melanggar prinsip kedaulatan rakyat.

Selanjutnya, Pemohon 50/PUU-XXI/2023 menjelaskan penetapan UU Cipta Kerja yang tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. 

Baca Juga :  Kompetisi Desain Digital 2025: Talenta Muda Indonesia Tampilkan Kreativitas Digital

Tindakan Presiden dan DPR yang mengabaikan putusan MK jelas dan secara nyata bertentangan dengan prinsip negara hukum yang menghendaki bahwa seluruh lembaga negara termasuk lembaga pembentuk undang-undang harus tunduk dan taat pada hukum (konstitusi) termasuk pada putusan MK yang bersifat final dan mengikat.

Dalam sidang ketiga dari Perkara Nomor 41/PUU-XXI/2023 dan 46/PUU-XXI/2023 yang digelar pada Rabu (21/6), Ketua MK Anwar Usman menyampaikan penundaan agenda persidangan. Hal ini karena baik DPR maupun Presiden belum siap memerikan keterangan atas permintaan Pemohon yang menyatakan UU Cipta Kerja cacat hukum dan bertentangan dengan UUD 1945.

Sedangkan untuk perkara 40/PUU-XXI/2023 dan 50/PUU-XXI/2023, Rapat Permusyawaratan Hakim tanggal 6 Juni 2023 telah memutuskan untuk memisah pemeriksaan pengujian formil dan materiil dalam kedua perkara tersebut serta menunda pemeriksaan pengujian materiil. 

Tinggalkan Balasan