Walai.id, Nasional – Badan POM mendukung upaya pemerintah dalam program vaksinasi nasional dengan melakukan percepatan proses evaluasi dan penerbitan Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin COVID-19 sebagai upaya strategis dalam penanggulangan pandemi COVID-19.
Saat ini telah ada 13 vaksin COVID-19 yang telah mendapatkan persetujuan EUA. Berdasarkan pengamatan uji klinik dengan waktu yang lebih panjang menunjukkan bahwa respons imun yang dihasilkan oleh vaksin COVID-19 akan menurun seiring waktu dengan interval penurunan yang bervariasi tergantung dari jenis vaksinnya. Oleh karena itu, diperlukan pemberian vaksinasi booster/dosis lanjutan untuk mempertahankan imunogenisitas vaksin terhadap infeksi COVID-19.
Badan POM secara resmi memberikan persetujuan pada lima vaksin COVID-19 yang dapat digunakan sebagai booster atau dosis lanjutan homolog (vaksin booster sama dengan vaksin primer) dan heterolog (vaksin booster berbeda dengan vaksin primer). Kelima vaksin tersebut adalah CoronaVac atau Vaksin COVID-19 Bio Farma, Comirnaty oleh Pfizer, AstraZeneca (Vaxzevria dan Kconecavac), Moderna, dan Zifivax.
“Persetujuan vaksin booster tersebut didasarkan pada data imunogenisitas dari hasil pengamatan uji klinik terkini yang menunjukan adanya penurunan kadar antibodi yang signifikan terjadi setelah enam bulan pemberian vaksin primer,” ujar Kepala Badan POM, Penny K. Lukito dalam Konferensi Pers Vaksin COVID-19 Booster pada Senin (10/1/2022).
“Di Indonesia sendiri, program vaksinasi sudah dilakukan sejak Januari 2021, sehingga diperlukan pemberian vaksinasi booster untuk mempertahankan imunogenisitas vaksin terhadap infeksi COVID-19. Kemudian sesuai dengan rekomendasi WHO, pemberian vaksin booster/dosis lanjutan yang akan dirancang oleh pemerintah dengan pemberian yang diutamakan untuk populasi yang berisiko tinggi yaitu lansia, tenaga kesehatan, dan kelompok individu yang memiliki masalah sistem imun/kekebalan (immunocompromized),” katanya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Badan POM sejak November 2021 juga telah melakukan pengkajian keamanan dan khasiat terhadap beberapa vaksin COVID-19 yang berpotensi menjadi vaksin booster. Pengkajian tersebut dilakukan pada vaksin yang telah memperoleh EUA sebagai vaksin primer, untuk kemudian dievaluasi sebagai dosis booster/lanjutan berdasarkan data-data hasil uji klinik terbaru yang mendukung.
Persetujuan Badan POM terhadap perubahan EUA untuk penambahan posologi dosis booster didukung oleh para tim ahli Komite Nasional Penilai Vaksin COVID-19 dan ITAGI serta asosiasi klinisi terkait. ”Badan POM mengapresiasi kontribusi dan dukungan dari berbagai pihak terkait. Badan POM bersama Kementerian Kesehatan dan KOMNAS PP KIPI juga terus memantau keamanan vaksin yang digunakan di Indonesia dan menindaklanjuti isu setiap Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi,” kata Kepala Badan POM.
Vaksin CoronaVac atau Vaksin COVID-19 Bio Farma merupakan vaksin pertama yang memperoleh izin sebagai booster/dosis lanjutan homolog. Diberikan sebanyak satu dosis minimal setelah enam bulan dari vaksinasi primer dosis lengkap Coronavac/ Vaksin COVID-19 Bio Farma pada usia 18 tahun ke atas. Dengan peningkatan titer antibodi netralisasi hingga 21-35 kali setelah 28 hari pemberian booster/dosis lanjutan pada subjek dewasa.
Selanjutnya untuk vaksin Comirnaty dari Pfizer sebagai dosis lanjutan homolog dapat diberikan sebanyak satu dosis minimal setelah enam bulan dari vaksinasi primer dosis lengkap Comirnaty/Pfizer pada usia 18 tahun ke atas, dengan peningkatan nilai titer antibodi netralisasi setelah satu bulan pemberian booster/dosis lanjutan dibandingkan 28 hari setelah vaksinasi primer sebesar 3,29 kali.
Selain kedua vaksin tersebut di atas, Badan POM juga telah melakukan evaluasi terhadap vaksin AstraZeneca (Vaxzevria dan Kconecavac), Moderna, dan Zifivax. “Ketiga vaksin ini telah mendapatkan rekomendasi (positive opinion) untuk dapat digunakan sebagai booster/dosis lanjutan karena telah memenuhi persyaratan khasiat dan keamanan dari hasil pembahasan Badan POM bersama Tim Ahli Komite Nasional Penilai Vaksin COVID-19,” ujar Penny K. Lukito.
Vaksin AstraZeneca (Vaxzevria dan Kconecavac) sebagai booster homolog dapat diberikan sebanyak satu dosis minimal setelah enam bulan dari vaksinasi primer dosis lengkap AstraZeneca (Vaxzevria dan Kconecavac) pada usia 18 tahun ke atas, dengan peningkatan nilai rata-rata titer antibodi IgG setelah pemberian booster/dosis lanjutan dari 1792 (sebelum pemberian booster/dosis lanjutan) menjadi 3746.
Sedangkan pada Vaksin Moderna sebagai booster homolog dan heterolog (dengan vaksin primer AstraZeneca, Pfizer, atau Janssen) dengan dosis setengah (half dose) dapat diberikan pada usia 18 tahun keatas. Penggunaan dilakukan sekurang-kurangnya enam bulan setelah mendapatkan dosis lengkap vaksinasi primer. Kenaikan respons imun antibodi netralisasi sebesar 12,99 kali setelah pemberian dosis booster homolog vaksin Moderna.
Terakhir, Vaksin Zifivax sebagai booster heterolog dengan full dose untuk usia 18 tahun atau lebih dapat diberikan sekurang-kurangnya enam bulan setelah mendapatkan dosis lengkap vaksinasi primer (Sinovac atau Sinopharm). Peningkatan titer antibodi netralisasi lebih dari 30x pada subjek yang telah mendapatkan dosis primer Sinovac atau Sinopharm. Hasil evaluasi dari aspek keamanan kelima vaksin booster/dosis lanjutan tersebut menunjukan bahwa frekuensi, jenis, dan keparahan dari Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang dilaporkan setelah pemberian booster umumnya bersifat ringan dan sedang.
“Secara khusus kami juga menginformasikan kepada masyarakat bahwa untuk Vaksin Zivifax yang dikembangkan oleh Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical Co. Ltd, China bekerja sama dengan industri farmasi dalam negeri PT Jakarta Biopharmaceutical Industry (JBio). Saat ini JBio sedang berproses untuk pembangungan fasilitas upstream, downstream hingga pengisian dan pengemasan produk jadi yang diperkirakan akan siap berproduksi Agustus 2022 untuk produksi vaksin di dalam negeri. Sambal menunggu proses pembangunan, PT JBio akan bekerja sama dengan di PT Biotis untuk proses fill and finish vaksin Zifivax, akan dilakukan kontrak produksi di PT Biotis” Imbuhnya.
Dalam rangka mendukung kemandirian vaksin dalam negeri, Badan POM berkomitmen mengawal penelitian dan pengembangan vaksin serta pembangunan fasilitas produksi dalam negeri termasuk dari swasta untuk meningkatkan akses dan ketersedian vaksin bagi masyarakat dan meningkatkan daya saing melalui peluang ekspor.
Pendampingan Badan POM dilakukan melalui asistensi regulatori, pelatihan dan bimbingan teknis serta pemenuhan CPOB untuk fasilitas produksi vaksin yang bertaraf internasional terus dilakukan terhadap beberapa industri biofarmasi, antara lain PT Bio Farma, PT Biotis, PT Etana dan PT JBio.
Secara konsisten Badan POM selalu mengimbau masyarakat untuk selalu menerapkan protokol kesehatan melalui 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan) serta menyukseskan vaksinasi sebagai upaya kunci dalam memutus rantai penyebaran COVID-19.
Selain itu, masyarakat juga diminta untuk bijak dan berhati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan yang digunakan dalam penanganan COVID-19, serta tidak mudah terpengaruh dengan promosi produk obat, obat tradisional maupun suplemen kesehatan dengan klaim dapat mencegah atau mengobati COVID-19.
Foto: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito memberikan keterangan pers terkait vaksin COVID-19 booster atau vaksin lanjutan di Kantor BPOM, Jakarta, Senin (10/1/2022). (Humas BPOM)