News  

Pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga: Penting dan Mendesak

Walai.id, Nasional – Desakan untuk membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) semakin menguat dari berbagai pihak masyarakat sipil.

Tekanan untuk segera mengangkat isu ini juga datang dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), khususnya merespons aksi Aliansi Mogok Makan untuk Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga PPRT.

Aksi mogok makan di depan Gedung DPR RI telah berlangsung sejak 14 Agustus 2023 sebagai bentuk tuntutan agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) segera melanjutkan pembahasan RUU PPRT.

Tiasri Wiandani, Komisioner Komnas Perempuan, memberikan dukungan dan apresiasi terhadap aksi tersebut. “Kami menyayangkan tindakan represif terhadap peserta aksi yang dilakukan oleh aparat negara,” tegas Tiasri.

Isu perlindungan pekerja rumah tangga menjadi salah satu prioritas yang dikedepankan oleh Komnas Perempuan dalam periode 2020-2025. Jumlah Pekerja Rumah Tangga (PRT) mencapai 5 juta jiwa, dan sebagian besar adalah perempuan. Namun, hingga kini, mereka belum memperoleh pengakuan resmi sebagai pekerja, sehingga hak-hak mereka dan perlindungan masih terbatas.

Baca Juga :  UMKM hingga Musik Rakyat: Warna Baru HUT RI ke-80 di Halaman Istana Merdeka

Situasi nyata menunjukkan bahwa PRT, baik yang bekerja di dalam negeri maupun sebagai pekerja migran, berada dalam situasi rentan terhadap kekerasan, pelecehan, penganiayaan, bahkan perbudakan.

Selain itu, mereka menghadapi pelanggaran hak asasi dan perlindungan sebagai pekerja. Di sisi lain, keluhan tentang keterampilan PRT dan potensi kerentanan majikan juga perlu diperhatikan. RUU PPRT didesain untuk memberikan perlindungan kepada semua pihak terlibat, termasuk PRT, pemberi kerja/majikan, agensi, dan pemerintah.

Meskipun pemerintah telah menyampaikan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) RUU PPRT pada bulan Mei 2023, pembahasan dan pengesahan RUU ini terhenti di DPR RI. Padahal, masyarakat sudah menanti selama 19 tahun untuk pengesahan RUU ini.

Masyarakat sipil melalui berbagai gerakan telah berupaya agar DPR RI segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT, namun hingga saat ini perkembangan belum signifikan. Komisioner Veryanto Sitohang mengkhawatirkan bahwa pembahasan RUU PPRT akan terhambat kembali menjelang tahun politik 2024.

Baca Juga :  Kemenperin Dirikan Pusat Krisis Gas, Lindungi Industri dari Ancaman PHK Massal

Dalam konteks ini, Komnas Perempuan mendesak agar DPR RI segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT. Sikap DPR RI menjadi penting untuk memastikan agar masyarakat tidak perlu melakukan aksi berisiko tinggi dan bahkan menghadapi tindakan represif dari aparat negara karena kelambanan pembahasan RUU ini.

Komnas Perempuan juga terus mendorong masyarakat sipil dan media massa untuk terus mendukung perjuangan hak-hak PRT dengan mempertegas bahwa DPR RI segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT menjadi undang-undang. Pengesahan RUU ini merupakan bentuk pemenuhan hak konstitusional warga, terutama dalam hal pekerjaan yang layak dan manusiawi.

Komnas Perempuan juga berharap agar masyarakat sipil dapat menggunakan pedoman perlindungan perempuan pembela hak asasi manusia yang telah dikembangkan bersama mitra, dalam setiap upaya advokasi pembahasan dan pengesahan RUU PPRT.

Tinggalkan Balasan