News  

Tanggul Jebol, Warga Kecam Perusahaan Tambang PT. Kayan Putra Utama Coal

Walai.id, KALTARA – Ketua LMND KALTARA Aswan mengadvokasi warga yang tertimpa musibah akibat pengelolaan tambang yang tidak profesional. Warga sekitar perusahaan tambang menjadi korban banjir lumpur karena kerusakan tanggul diduga akibat kelalaian petugas operator alat berat milik Perusahaan tambang PT. Kayan Putra Utama Coal(KPUC) (24/8/2022).

Menurut Aswan, Pengelolaan tambang batubara yang dilakukan serampangan oleh PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) memakan korban. Dua bencana jebolnya tanggul penampungan limbah terjadi dalam waktu 2 x 24 jam, Tepatnya 14 Agustus dan 16 Agustus 2022. 

Warga Desa Langap, Kecamatan Malinau Selatan, Kabupaten Malinau menjadi korban. Puluhan rumah dan kebun milik warga rusak berat.

Peristiwa tanggul jebol ini sudah kesekian kalinya terjadi. Namun, sepertinya pihak perusahaan yang dimiliki konglomerat lokal seperti tak tersentu. 

Praktik yang dilakukan pihak perusahaan adalah diduga dengan sengaja membuang limbah secara diam-diam ke Sungai Malinau. Dugaan ini mendapat protes keras warga, Mereka menuntut pemerintah setempat melakukan pengawasan. Sayang, tuntutan warga ini bertepuk sebelah tangan.

Baca Juga :  Wabup Maros Terima Audiensi KAHMI, Siap Fasilitasi Milad ke-59 di Rujab

Setelah melakukan konsolidasi, tokoh-tokoh masyarakat terutama para Ketua Adat bersepakat membentuk Tim Peduli Sungai Malinau sekitar dua bulan lalu. Tim ini merancang sejumlah agenda, Salah satunya mengadu ke DPRD Provinsi Kaltara di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan. 

Mengapa ke DPRD Provinsi bukan ke Kabupaten Malinau? Pilihan ini didasari kecurigaan warga bahwa diduga pemerintahan setempat disinyalir main mata dengan pemilik tambang. 

Kedatangan warga ke DPRD membuahkan hasil, Mereka berhasil meyakinkan wakil rakyat untuk melihat fakta di lapangan. 

Dalam kunjungan lapangan yang dipimpin Ketua DPRD Albert Baya, melihat langsung lokasi penampungan limbah milik PT KPUC. Ironisnya, lokasi yang ditinjau inilah tanggul yang jebol. 

Artinya, DPRD sudah memperingatkan adanya ancaman bencana kalau tidak ada pengawasan di lapangan. Menariknya, upaya masyarakat memperjuangkan nasibnya mendapat respon negatif.

Banyak yang menuduh, gerakan Tim Peduli ditunggangi kekuatan politik tertentu. Mereka menganggap, ada upaya mendiskreditkan PT KPUC. 

Baca Juga :  Warga Perumahan Regency Maros Menggelar Peringatan Maulid Nabi 

Bahkan sebelumnya Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi mengklaim tidak ada pencemaran di Sungai Malinau. 

Begitu juga dengan sikap Kepala Daerah, baik Bupati Malinau maupun Gubernur Kaltara.

Saat diundang DPRD dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) keduanya tidak hadir. Gubernur memilih ke Bali dan Bupati secara tertulis menolak hadir serta enggan mengirim pejabat berwenang. 

Setelah jalur formal ditempuh dan tidak ada solusi, masyarakat pun akhirnya memilih jalannya sendiri. 

Mereka berencana menutup jalan tambang. Namun, Tuhan berkehendak lain. Pada tanggal 14 dan 16 Agustus, tanggul yang dianggap baik-baik saja oleh pemerintah itu akhirnya jebol.

Kini tidak ada lagi yang bisa mereka tutupi. Tuduhan pencemaran itu bukan lagi fitnah, Tapi nyata didepan mata. Seharusnya, momentum ini dimanfaatkan pemerintah untuk mengevaluasi PT KPUC. 

Ternyata, hukuman terberat yang diberikan hanya mengentikan operasi PT KPUC selama 7 hari. Hal ini disampaikan Bupati Malinau Wempi W Mawa kepada madia. Selain meminta perusahaan mengganti rugi kepada warga terdampak.

Sikap Bupati kepada perusahaan dianggap warga hanya menyelesaikan persoalan jangka pendek. Tim Peduli menuntut pemerintah melakukan evaluasi besar-besaran. 

Tinggalkan Balasan