Walai.id, Palangkaraya – Tim Gabungan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkum) Wilayah Kalimantan bersama Balai Taman Nasional Tanjung Puting, Ditreskrimsus Polda Kalimantan Tengah, serta Satuan Brimob Polda Kalimantan Tengah berhasil mengamankan 12 pelaku penambangan emas tanpa izin (PETI) di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Tanjung Puting, Palangkaraya, 21/11/2025.
Para pelaku ditangkap saat melakukan aktivitas penambangan menggunakan mesin diesel dan alat penyedot pasir di beberapa titik sepanjang Sungai Sekonyer.
Kedua belas pelaku yang diamankan memiliki inisial HD (45), SEL (27), HT (50), HM (41), KA (46), KE (48), YH (30), JM (43), SY (45), MR (40), SPY (48), dan SLA (41). Seluruhnya merupakan warga Desa Kumai dan Natai Kerbau. Mereka ditetapkan sebagai tersangka atas aktivitas pertambangan di dalam kawasan hutan konservasi. Para pelaku terancam hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
Kasus ini terungkap setelah adanya laporan kematian seekor orangutan (Pongo pygmaeus) pada 11 September 2025 di sekitar Camp Leakey, Sungai Sekonyer. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya luka tebasan serta proyektil senapan angin pada tubuh satwa dilindungi tersebut. Dugaan kuat menyebutkan bahwa orangutan tersebut terluka akibat interaksi dengan penambang liar yang beraktivitas di jalur masuk kawasan Taman Nasional Tanjung Puting. Aktivitas PETI diketahui dilakukan oleh sejumlah warga dari Desa Kumai, Natai Kerbau, Karang Sari, Mulya Jadi, dan Sungai Pulau.
Operasi gabungan digelar pada Sabtu, 15 November 2024. Tim menyusuri sejumlah lokasi yang terindikasi menjadi titik aktivitas tambang emas, antara lain Tempukung, Kapuk, Tebing Tinggi, dan Banit. Di Tempukung dan Banit, petugas menemukan pondok penambang kosong dan mesin penyedot pasir yang langsung dimusnahkan agar tidak dapat digunakan kembali. Tim juga memasang plang larangan di jalur masuk kawasan untuk mencegah aktivitas serupa.
Di wilayah Tebing Tinggi dan Banit, tim menemukan 12 unit rakit yang tengah beroperasi untuk menambang emas. Para pekerja sekaligus pemilik rakit langsung diamankan bersama barang bukti, kemudian diserahkan kepada penyidik untuk proses hukum lebih lanjut. Para tersangka akan ditahan dan dititipkan di Rumah Tahanan Kelas II Palangka Raya.
Menurut penyidik, para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal, termasuk dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Ancaman hukuman yang diberikan meliputi pidana penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar bagi pelaku penambangan ilegal di kawasan konservasi.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultom, mengapresiasi keberhasilan operasi gabungan tersebut. Ia menegaskan pentingnya penindakan tegas terhadap para pelaku yang telah merusak kawasan konservasi serta menyebabkan kematian satwa dilindungi.
“Kami sangat mengapresiasi kinerja tim operasi gabungan yang sudah bersinergi dalam upaya memulihkan kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dari penambang emas yang menimbulkan gangguan hingga menyebabkan satwa dilindungi terluka dan mati. Kami berharap perkara ini dapat diusut tuntas hingga ke pemodal maupun penampungnya,” ujarnya.
Kepala Balai Taman Nasional Tanjung Puting, Yohan Hendratmoko, juga menyampaikan apresiasinya atas kolaborasi berbagai pihak dalam melindungi kawasan dan populasi orangutan. Ia berharap kerja sama ini terus diperkuat demi menjaga kelestarian habitat satwa dilindungi di kawasan tersebut.
“Kami sangat mengapresiasi kerja Balai Gakkumhut, Polda Kalimantan Tengah, dan OFI atas dukungannya terhadap upaya konservasi orangutan. Semoga kerja sama ini semakin solid untuk menjaga kelestarian habitat dan populasi orangutan sebagai satwa kebanggaan Indonesia,” ujarnya.