Rencana Presiden Prabowo untuk menghapus kuota impor bukan sekadar kebijakan dagang. Kebijakan ini adalah pukulan telak terhadap warisan tata niaga yang selama ini diselimuti kabut rente dan korupsi. Sudah terlalu lama kuota impor dijadikan barang dagangan oleh mereka yang punya akses istimewa ke pusat kekuasaan, menjadikannya alat permainan harga sekaligus tameng monopoli.
Sistem ini melahirkan pasar semu. Izin impor diperjualbelikan layaknya tiket emas yang hanya bisa dibeli oleh para pemain besar. Ketika komoditas seperti gula, keledai, bawang, atau daging langka, harga melambung. Tapi bukan karena pasar bebas bekerja, melainkan karena permainan izin impor yang ada harganya. Rakyat harus menanggung akibatnya dalam bentuk harga tinggi dan pasokan yang terbatas.
Karena itu, penghapusan kuota adalah langkah pembongkaran struktur lama yang sudah terlalu banyak meninggalkan lubang. Tapi langkah ini tidak boleh berhenti pada euforia deregulasi. Negara tetap punya tugas: melindungi sektor domestik, terutama petani, nelayan, dan pelaku UMKM. Tanpa perlindungan, kita justru akan menukar satu jenis ketimpangan dengan yang lain, membiarkan pasar-pasar digulung oleh produk impor murah, sementara petani, nelayan lokal perlahan mati tenggelam.
Solusinya lewat tarif impor, Biaya masuk terhadap barang asing harus dirancang agar tetap memberi ruang hidup bagi produk lokal. Produk luar boleh masuk, tapi jangan sampai menginjak leher petani kita. Jika harga impor sedikit lebih mahal, konsumen tetap punya pilihan, dan produsen lokal terdorong untuk memperbaiki kualitas.
Persaingan yang sehat justru bisa menjadi motivasi. Petani kita bisa naik kelas jika diberi dukungan dan insentif yang tepat. Tapi mereka tidak bisa berlari sendirian. Negara harus hadir: dengan penyuluhan, akses pembiayaan, infrastruktur, dan perlindungan dari permainan pasar. Tanpa itu semua, pasar bebas hanya akan melahirkan ketidak adilan.
Maka, kebijakan ini bukan hanya soal ekonomi, tapi soal keberpihakan. Ketahanan pangan tidak akan lahir dari pasar yang liberal, tapi dari pasar yang adil. Ketika negara lepas tangan, ketergantungan pada impor pangan akan menjadi bom waktu. Tapi ketika negara hadir—mengatur dengan bijak, melindungi dengan tepat, dan mendorong produktivitas, maka penghapusan kuota bisa menjadi awal dari perbaikan ekosistem pangan nasional.
Apakah kita ingin pasar yang bebas dan adil, atau sekadar bebas tapi liar? Menghapus kuota impor adalah langkah awal, menyapu sarang rente.
Oleh: Abudhar
Maros, 11 April 2025.