Walai.id, Korea Selatan – Presiden Korea Selatan yang sedang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, resmi ditangkap pada Rabu (15/1/2025) dalam penyelidikan terkait dugaan pemberontakan kriminal.
Penangkapan ini mencatat sejarah sebagai yang pertama kali melibatkan seorang presiden Korea Selatan yang masih menjabat.
Menurut pernyataannya, Yoon memutuskan untuk menyerahkan diri demi menghindari kekerasan, meskipun ia menyebut penyelidikan ini ilegal.
Penangkapan Yoon terjadi setelah lebih dari 3.000 polisi dikerahkan untuk mengepung kediamannya di kawasan perbukitan Seoul. Sebelumnya, Yoon berlindung di rumah tersebut sejak parlemen memutuskan untuk memakzulkannya pada 14 Desember 2024.
“Saya memutuskan untuk menanggapi penyelidikan CIO, meskipun ilegal, untuk mencegah pertumpahan darah,” kata Yoon. CIO atau Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi adalah lembaga yang memimpin investigasi terhadap dirinya.
Setelah menyerahkan diri, Yoon diantar oleh jaksa ke kantor CIO tanpa melalui pintu utama untuk menghindari media. Pihak berwenang kini memiliki waktu 48 jam untuk menginterogasinya sebelum memutuskan apakah akan menahannya hingga 20 hari atau membebaskannya.
Namun, menurut pejabat CIO, Yoon menolak memberikan keterangan ataupun direkam selama pemeriksaan. Tim pengacaranya menyebut penangkapan ini tidak sah karena surat perintah yang dikeluarkan oleh pengadilan dianggap berada di luar yurisdiksi. Dalam dokumen investigasi, Yoon disebut sebagai “pemimpin pemberontakan.”
Deklarasi darurat militer yang diumumkan Yoon pada awal Desember 2024 mengguncang Korea Selatan. Kebijakan itu memicu protes luas, mengganggu stabilitas ekonomi, dan meningkatkan ketegangan politik. Parlemen dengan cepat menyetujui pemakzulan Yoon hanya 11 hari setelah deklarasi tersebut.
Saat ini, Mahkamah Konstitusi tengah mempertimbangkan apakah akan mengesahkan keputusan parlemen tersebut atau memulihkan kekuasaan Yoon.
Di sisi lain, aksi penangkapan ini juga menarik perhatian publik. Ribuan pendukung Yoon berkumpul di sekitar kediamannya dan kantor CIO. Beberapa bahkan membawa poster bertuliskan “Stop the Steal,” merujuk pada klaim Yoon tentang kecurangan pemilu yang ia jadikan alasan untuk memberlakukan darurat militer.
Meskipun mayoritas masyarakat mendukung pemakzulan Yoon, momentum ini menghidupkan kembali semangat pendukungnya dan meningkatkan popularitas Partai Kekuatan Rakyat (PPP), partai yang mendukung Yoon. Berdasarkan survei Realmeter terbaru, dukungan untuk PPP mencapai 40,8%, mendekati Partai Demokrat yang berada di angka 42,2%.
Sementara itu, proses hukum terhadap Yoon akan menjadi ujian besar bagi demokrasi Korea Selatan. Kasus ini tidak hanya menjadi perhatian publik dalam negeri, tetapi juga menarik perhatian internasional, termasuk dari Amerika Serikat dan Jepang, yang memantau perkembangan di salah satu negara mitra strategisnya di kawasan Asia.