News  

IKA Ponpes Hj Haniah Maros Dukung Mantan Guru Hadapi Proses Hukum, Bantah Tuduhan Pencabulan

Walai.id, Maros – Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) Pondok Pesantren (Ponpes) Hj Haniah, Maros, Sulawesi Selatan, Ahmad Fuady Makmur, memberikan dukungan moral dan doa kepada AH (40), mantan guru Ponpes yang saat ini tengah menghadapi proses hukum di kepolisian.

Pernyataan tersebut disampaikan sebagai tanggapan atas tuduhan pencabulan terhadap 20 santriwati di Ponpes Hj Haniah, yang dialamatkan pada mantan guru tersebut.

“Kami seluruh alumni mendoakan yang terbaik buat guru kami yang sedang menjalankan proses hukum, semoga beliau diberikan ketabahan menjalankan semua proses hukum yang berjalan,” katanya, pada Minggu (15/12/2024).

Selain itu, Ahmad juga membantah tuduhan pencabulan yang dilakukan oleh mantan gurunya, saat santri tengah menyetorkan hafalan.

“Namun, kami sangat tidak membenarkan tuduhan yang menyebut beliau (AH) melecehkan 20 orang santriwati,” tegasnya.

Menurut Ahmad, fakta yang terjadi tidak sesuai dengan tuduhan yang beredar. Ia menjelaskan bahwa para santriwati tersebut hanya dicubit saat menyetor hafalan di kelas. 

“Kebetulan pada saat itu yang ada di dalam kelas 20 orang. Alumni sudah memahami bagaimana metode mengajarnya beliau, terkadang melakukan sentuhan fisik ketika kita tidak bisa menyetorkan hafalan,” jelasnya.

Meski demikian, IKA Pondok Pesantren Hj. Haniah menegaskan dukungannya terhadap supremasi hukum yang ada, dan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwajib.

Baca Juga :  Kepala Perwakilan BI Sulsel Kunjungi Kelompok Tani di Maros

“Kami hanya bisa mendoakan, memberikan dukungan moral terbaik untuk beliau, dan berharap marwah pondok pesantren tetap terjaga sebagai pusat pendidikan agama yang baik. Selebihnya, kami serahkan kepada pihak berwajib untuk menindaklanjuti sesuai proses hukum yang berlaku di negara kita,” pungkasnya.

Sebelumnya, sebanyak 15 organisasi masyarakat (Ormas) juga memberikan dukungan moral pada tersangka AH yang kini menjalani proses hukum di Polres Maros.

Ke-15 Ormas tersebut bahkan melayangkan surat pernyataan jaminan penangguhan penahanan terhadap tersangka ke Polres Maros.

“Kami memasukkan surat jaminan penangguhan terkait kasus ini, supaya saudara kami bisa mendapatkan penangguhan penahanan,” ucap Ketua PC PMII Maros, Muh Haider Idris, pada Rabu (11/12) kemarin.

Haider juga menjelaskan, jika pihaknya bersama ormas lainnya tidak yakin AH melakukan tindakan pencabulan sebagaimana yang dilaporkan oleh salah satu orang tua santri.

“Kami memberikan dukungan kepada beliau, karena kami yakin betul saudara kami tidak melakukan hal demikian (pencabulan), kami kenal lama terhadap beliau,” tambahnya.

Senada dengan hal itu, AH melalui kuasa hukumnya, Budi Minzathu, pada Selasa (10/12) kemarin, membantah tudingan pencabulan yang dialamatkan pada kliennya. Menurutnya, hal itu berbanding terbalik dengan pemberitaan yang sempat viral.

Baca Juga :  Bupati Maros Menggelar Coffee Morning Bersama Kepala OPD

“Segala tindakan yang dilakukan terhadap anak didiknya murni sebagai seorang pendidik di mana tindakan yang dilakukan sebatas tindakan teguran dan teguran itu bersifat mendidik. Jadi tidak ada perbuatan yang dilakukan dengan maksud tujuan untuk melecehkan itu santri,” jelasnya.

Saat itu, Budi juga mempertanyakan klaim bahwa adanya 20 korban dalam kasus ini. 

Apalagi, kata dia, hubungan antara santri dengan kliennya setelah kejadian itu tidak terjadi masalah.

“Di kepolisian hanya enam santri yang diperiksa. Klaim soal 20 korban tidak berdasar, info saya terima hanya satu laporan masuk,” tegasnya.

Selain itu, Budi juga menanggapi rekaman percakapan antara kliennya dan salah satu keluarga dari santriwati, yang sempat viral di media sosial.

Dimana kata Budi, kliennya tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan yang terjadi.

“Di situ AH mengatakan permohonan maaf, tetapi AH tidak diberi kesempatan menjelaskan kasus posisinya. AH berusaha menjelaskan jika dianggap salah akan meminta maaf, tetapi tidak diberikan kesempatan untuk menjelaskan,” bebernya.

Budi juga menegaskan jika tindakan yang dilakukan kliennya tidak bisa langsung dikategorikan sebagai bentuk pelecehan atau pencabulan. Apalagi cubitan dilakukan sebagai bentuk peringatan dan teguran pada santri supaya termotivasi.