News  

Kemen PPPA Kaji Usulan Revisi Perpres No. 25 Tahun 2012

Walai.id, Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tengah melakukan kajian mendalam terhadap usulan revisi Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2012 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (GTP3). 

Revisi ini diusulkan mencakup perubahan struktur organisasi Gugus Tugas, di mana Kemen PPPA diusulkan menjadi Ketua Harian, menggantikan posisi yang saat ini dijabat bersama oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan Kementerian Agama.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, menekankan pentingnya mempertimbangkan struktur organisasi Kemen PPPA yang saat ini tidak memiliki unit kerja khusus yang menangani masalah pornografi.

“Revisi Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2012 perlu dianalisis dan dikaji lebih dalam sebelum diberlakukan. Salah satu isu utama yang dibahas adalah pembentukan Satuan Tugas, yang tidak hanya berkaitan dengan perlindungan anak, tetapi juga melibatkan penegakan hukum yang kompleks karena bersifat lintas negara,” kata Nahar dalam Rapat Koordinasi Terbatas Penguatan Peran Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi di Jakarta, pada 18/8/2024.

Menurut Nahar, tantangan lain yang dihadapi adalah perlunya pembentukan kedeputian khusus di Kemen PPPA untuk menangani isu pornografi, mengingat peran ini belum tercermin dalam struktur organisasi saat ini. 

“Semoga ini dapat menjadi langkah aksi nasional yang lebih luas dan efektif,” tambahnya.

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu, mengungkapkan bahwa isu pornografi erat kaitannya dengan trafficking atau tindak pidana perdagangan orang.

“Polanya mirip dengan trafficking, dan ke depannya harus menjadi perhatian penting dalam struktur yang menangani pornografi. Kemen PPPA juga harus diperkuat agar dapat mengkoordinasikan upaya ini dengan lebih baik, meskipun sudah memiliki produk hukum yang lengkap untuk menangani kasus pornografi. Peningkatan kapasitas dan koordinasi tetap diperlukan,” ungkap Pribudiarta.

Kepala Biro Hukum dan Humas Kemen PPPA, Margareth Robin Korwa, yang turut hadir dalam rapat, menegaskan pentingnya kajian mendalam serta fleksibilitas dalam merevisi pasal-pasal terkait penanganan pornografi.

“Definisi pornografi dalam UU Nomor 4 Tahun 2008 perlu diatur lebih jelas, dan frasa ‘melanggar norma kesusilaan’ dalam Undang-Undang Pornografi harus ditafsirkan secara sistematis. Selain itu, perlu ada rekomendasi untuk pemulihan korban kekerasan guna memastikan perlindungan yang tepat,” kata Margareth.

Margareth juga menambahkan bahwa Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2012 merupakan dasar hukum bagi pelaksanaan sosialisasi, edukasi, dan kerjasama dalam upaya pencegahan dan penanganan pornografi. Untuk mengefektifkan kembali GTP3, usulan strategis termasuk revisi Perpres, pemetaan ulang kelembagaan, dan penyusunan rencana aksi terkait pencegahan dan penanganan pornografi untuk periode 2023-2026 menjadi prioritas dalam pertemuan ini.

Dalam rapat yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, disepakati bahwa Kemen PPPA diusulkan menjadi Ketua Harian, dengan Kemenko PMK dan Kemenko Polhukam sebagai Ketua Satu dan Ketua Dua.

“Kemen PPPA dianggap lebih mampu mengkoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan pornografi, terutama dalam melindungi anak dan perempuan. Meskipun Kementerian Agama memiliki tugas absolut dalam urusan agama, mereka tidak memiliki struktur yang kuat di daerah untuk menangani kasus-kasus pornografi secara efektif. Hal ini penting mengingat Indonesia berada di posisi kedua dengan jumlah kasus pornografi terbanyak di ASEAN setelah Filipina,” jelas Woro.

Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Ali Ramdhani, menyatakan mendukung usulan pengalihan Ketua Harian GTP3 kepada Kemen PPPA, mengingat relevansi dan kapabilitas Kemen PPPA yang dianggap tepat dalam menangani isu pornografi.