News  

Praktik Baik Penerapan Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan

Walai.id, Jakarta – Kesiapan belajar peserta didik pada masa transisi PAUD menuju pendidikan dasar merupakan bagian dari upaya transformasi pendidikan. 

Melalui lingkungan belajar yang berkualitas dan nyaman bagi peserta didik PAUD, diharapkan terbentuk fondasi karakter unggul yang akan membantu mereka lebih siap memasuki jenjang pendidikan pada fase-fase berikutnya dengan penuh semangat dan bahagia.

Guna memperdalam konsep gerakan transisi PAUD ke SD, acara peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-24 ini turut menghadirkan beberapa praktisi pendidikan. Mereka adalah Muhammad Yasin Damang, Guru SD Inpres Purwodadi; Neli Purwani, Guru TK Darul Amin; dan Sitti, Pengawas TK, Kabupaten Buru. Pada kesempatan ini, mereka berbagi praktik baik seputar penerapan gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan.

Sebelum memoderasi gelar wicara, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim kembali menegaskan bahwa pendidikan bagi peserta didik PAUD bukan hanya mengedepankan kemampuan kognitif. 

Pendidikan bagi anak menurutnya harus juga mengasah kemampuan peserta didik yang bersifat holistik mencakup kematangan emosi, kemandirian, kemampuan berinteraksi, dan lainnya.

Mengawali perbincangan, Muhammad Yasin Damang, Guru SD Inpres Purwodadi, kabupaten Mamuju Tengah, Provinsi Sulawesi Barat dan Neli Purwani, Guru TK Darul Amin, Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah, menyampaikan kondisi yang umum terjadi di lapangan. Seperti adanya tes calistung yang diterapkan satuan pendidikan sebagai bagian dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). 

Sebagian guru maupun orang tua menganggap kemampuan calistung adalah hal yang wajib sehingga banyak orang tua yang memberikan les tambahan kepada anak usia PAUD sebagai persiapan sebelum masuk ke jenjang SD.

Kebijakan transisi PAUD – SD mengatur tiga target perubahan mulai tahun ajaran baru, yaitu: 1) tidak ada tes calistung saat PPDB; 2) menerapkan masa perkenalan untuk peserta didik baru sehingga lebih mudah beradaptasi; serta merancang kegiatan pembelajaran  yang dapat memberikan informasi tentang kebutuhan anak sesuai dengan rambu-rambu asesmen awal  yang ada di alat bantu pembelajaran pada dua minggu pertama di awal tahun ajaran baru; serta 3) merancang kegiatan pembelajaran yang menyenangkan, membangun kemampuan fondasi, dan tidak ada tes.

Baca Juga :  BGN Percepat Regulasi Program Makan Bergizi Gratis

Setelah menggunakan alat bantu pembelajaran, keduanya menyadari bahwa konsep literasi ternyata jauh lebih luas dari sekadar baca tulis, dan aspek numerasi ternyata lebih luas dari sekadar berhitung. 

Menurut Muhammad Yasin, ada aspek kemampuan lain yang tidak kalah penting yang perlu dikuasai anak-anak. Mengingat anak-anak dengan karakteristik yang beragam harus menjalani proses pembelajaran secara utuh (holistik) sesuai haknya. 

“Seluruh proses inilah yang patut dihargai, bukan hanya sekadar melihat pada hasil akhir capaian anak,” ucap Yasin.

Muhammad Yasin merancang Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dalam bentuk permainan atau kegiatan yang menyenangkan untuk menjembatani persiapan masa transisi siswa sesuai dengan tahap perkembangan usia mereka. 

“Supaya mereka tidak terlalu jauh dalam beradaptasi,” ungkapnya.

Yasin berharap dengan diluncurkannya kebijakan ini maka tidak ada lagi saling menyalahkan antara guru SD dan PAUD. Sebab, dalam masa transisi yang dibutuhkan adalah antarpemangku kebijakan perlu saling bersinergi dalam memberikan hak belajar bagi anak-anak. 

“Kita manfaatkan alat bantu yang sudah disediakan oleh kementerian melalui platform Merdeka Mengajar (PMM) dan laman Merdeka Belajar untuk menggali inspirasi,” tuturnya.  

Sementara itu, Neli Purwani menyampaikan, dalam menciptakan masa transisi PAUD – SD yang lebih baik, sekolahnya melakukan temu konsultasi dengan melibatkan guru PAUD, guru SD kelas awal dan orang tua untuk mendudukkan pemahaman yang sama tentang kebijakan ini dan mengatasi adanya miskonsepsi. 

“Di sana, dijelaskan bahwa tidak ada tuntutan untuk menguasai calistung ketika anak masuk SD. Kemudian, ada kunjungan dari PAUD ke SD terdekat untuk meninjau langsung kegiatan pembelajaran. “Dengan demikian, anak-anak PAUD akan lebih siap memasuki lingkungan belajar di SD,” ujarnya.  

Baca Juga :  Kemenperin Dorong Ketersediaan Garam Industri untuk Sektor Pulp dan Kertas

Lebih lanjut, Neli menilai kebijakan ini menjadi titik terang atau solusi atas miskonsepsi yang selama ini terjadi. Ia mengajak para guru di seluruh Indonesia untuk menyukseskan gerakan transisi PAUD – SD yang menyenangkan guna mengantarkan anak-anak PAUD ke jenjang pendidikan dasar dengan lebih bahagia.  

Besarnya manfaat dari kebijakan ini juga dirasakan oleh Sitti N Sitania, perwakilan Dinas Pendidikan Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Dengan adanya kebijakan dan gerakan ini menurut Sitti memungkinkan anak-anak yang tidak pernah masuk PAUD, untuk tetap mendapat pembinaan yang meliputi kemampuan fondasi secara holistik. 

Untuk itu, pihaknya melakukan sosialisasi dengan guru PAUD, SD, dan orang tua karena Sitti meyakini suksesnya kebijakan ini menjadi tanggung jawab seluruh elemen pendidikan. “Semuanya merespons baik,” tekannya.

Pada kesempatan ini, Sitti mengimbau agar semakin banyak daerah yang membentuk forum komunikasi (forkom) di tingkat kecamatan untuk mempermudah akses pendidikan sehingga lebih terjangkau. “(Sangat penting) agar anak-anak menjalani pembelajaran dengan rasa bahagia sehingga pembelajaran menjadi pengalaman yang menyenangkan,” ucap Sitti.  

Berikutnya, I Wayan Wirawan, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Badung, Provinsi Bali bercerita tentang peran forkom PAUD-SD yang sangat membantu dalam menguatkan kemitraan dan advokasi. Disdikpora di wilayahnya membentuk forkom PAUD-SD yang melibatkan berbagai unsur guna memberi penguatan ekosistem pendidikan yang positif.

“Melalui sosialisasi, diseminasi dan bimtek kepada anggota forkom harapannya mereka bisa menindaklanjuti kebijakan transisi PAUD – SD hingga ke tingkat kabupaten/kota, kecamatan dan satuan pendidikan untuk diteruskan kepada orang tua,” jelas Wayan.  

Pihaknya juga melakukan evaluasi terhadap praktik calistung yang melampaui batas bagi anak-anak PAUD untuk mencegah proses pembelajaran yang keras dan sifatnya memaksa peserta didik (drilling). 

“Anak-anak harus mendapatkan pendidikan yang sesuai, mari kita berkolaborasi melalui forkom yang melibatkan kepala desa, pemerhati pendidikan, yayasan pendidikan swasta secara masif dan terus menerus agar permasalahan transisi ini bisa diatasi bersama,” imbaunya.

Tinggalkan Balasan