News  

Ratusan Buruh Desak Pelindungan Pekerja Migran di Sektor Perikanan

Walai.id, Jakarta – Ratusan massa dari berbagai daerah di Indonesia yang tergabung dalam Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) serta gabungan delapan organisasi menggelar aksi memperingati Hari Migran Internasional yang setiap tahun jatuh pada 18 Desember. 

Aksi ini berlangsung di depan gedung Kementerian Perhubungan RI dan Kementerian Ketenagakerjaan RI. 

Aksi massa menyuarakan desakan kepada kedua kementerian tersebut untuk memperbaiki tata kelola pelindungan terhadap pekerja migran, utamanya yang bekerja di sektor perikanan.

Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno mengatakan hingga saat ini peran pemerintah dalam melindungi buruh migran masih belum maksimal. 

Meski undang-undang dan beragam peraturan turunannya sudah mengatur tugas dan wewenang masing-masing lembaga/kementerian, tumpang tindih masih terjadi.

Momentum Hari Migran Internasional 2022, Hariyanto mengajak para pegiat buruh migran dan masyarakat sipil yang peduli dengan nasib buruh migran untuk mendesak pemerintah menjalankan tanggung jawab perlindungan sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

“Hari Migran Internasional tidak untuk dirayakan, melainkan untuk konsolidasi rakyat dalam wadah perjuangan buruh migran, baik di sektor darat maupun laut yang sampai saat ini nihil perlindungan dari negara,” tegas Hariyanto.

Kata Hari, salah satu tumpang tindih aturan yang harus segera dituntaskan adalah soal implementasi PP 22 tahun 2022. Aturan ini menegaskan penerbitan izin Perusahaan Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) yang diterbitkan oleh Kemenhub harus dikonversi ke Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) yang diterbitkan oleh Kemenaker.

Baca Juga :  Menkomdigi Ajak Pemuda Bangun Indonesia Cerdas Digital

“Kemenhub harusnya sadar bahwa mereka sudah tidak punya kapasitas mengurus awak kapal perikanan migran,” tegas Hari.

Aksi peringatan Hari Migran Internasional ini juga diikuti oleh tujuh organisasi lain yang menyuarakan isu yang sama yakni Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (SAKTI), Human Rights Working Group (HRWG), Solidaritas Perempuan (SP), Destructive Fishing Watch (DFW), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), dan Serikat Pekerja Greenpeace Indonesia (SPGI).

PERINGATAN HARI MIGRAN INTERNASIONAL

Sebelumnya, di sektor laut, SBMI dan Greenpeace Indonesia sudah mencatat beragam praktik perbudakan dan eksploitasi yang menimpa para ABK atau awak kapal perikanan (AKP) migran. 

Banyak AKP migran asal Indonesia yang membutuhkan bantuan dari pemerintah. Pasalnya hingga kini, tidak ada data pasti terkait jumlah AKP asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing.

Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah mengatakan apa yang menimpa AKP asal Indonesia bisa dicegah dengan mitigasi regulasi yang tepat. Berbagai instrumen hukum yang tumpang tindih saat ini membuat mekanisme pelindungan pada AKP tidak maksimal.

“Kita tahu saat ini ada aturan yang tumpang tindih antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Tenaga Kerja, padahal kondisi AKP kita banyak yang tidak bisa menunggu. Disaat kita tengah menggelar aksi, kita tidak tahu ada berapa banyak yang butuh bantuan segera di tengah laut,” katanya.

Baca Juga :  BPOM Bersama Polri dan TNI Bongkar Toko Online Kosmetik Impor Ilegal

Kata Afdillah, dalam laporan hasil kolaborasi Greenpeace Indonesia dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) disebutkan pada AKP mengalami kondisi kerja buruk atau kerja paksa sesuai dengan 11 indikator kerja paksa ILO seperti kekerasan, penipuan, isolasi, pembatasan gerak, lembur berlebihan, pemotongan upah dan jeratan hutang.

Apalagi para AKP asal Indonesia juga kerap bekerja di kapal ikan asing jarak jauh yang diduga terlibat dalam praktik perikanan ilegal (IUU fishing). Hingga kini, Cina tercatat sebagai pemilik mayoritas kapal penangkap ikan di lautan. Diketahui praktik IUU Fishing dan pelanggaran HAM banyak dilakukan oleh kapal penangkap ikan berbendera Cina.

“Terbaru, Departemen Keuangan AS memberi sanksi pada Dalian Ocean Fishing Co. yang merupakan pemilik 26 kapal asal Cina. Kapal-kapal ini mayoritas mendapat izin menangkap tuna. Tapi faktanya, banyak AKP kita yang dipaksa secara ilegal mengambil sirip hiu atau bahkan membunuh hewan laut yang dilindungi,” kata Afdillah.

Seperti diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara pemasok AKP migran terbanyak untuk bekerja di kapal ikan asing. Banyak manning agency dengan mudah merekrut dan mengeksploitasi para AKP dengan berbagai iming-iming. Kondisi ini diperburuk dengan lemahnya regulasi yang melindungi para AKP migran sejak perekrutan hingga bekerja di lautan lepas.

Tinggalkan Balasan