WALAI.ID, JAKARTA – Keterbatasan fisik dan mental tak menjadi penghalang bagi delapan siswa berkebutuhan khusus dari berbagai daerah di Indonesia untuk mengukir prestasi di panggung internasional, Rabu, 30/7/2025.
Mereka berhasil mengharumkan nama bangsa dalam ajang kuliner bergengsi dunia, The 14th Salon Culinaire 2025, yang digelar di Jakarta International Expo (JIExpo), 22–25 Juli 2025.
Dalam kompetisi ini, para siswa SLB bersaing melawan chef profesional, siswa sekolah perhotelan, dan pelaku industri kuliner dari berbagai negara. Hasilnya mengesankan: tujuh medali perak, satu medali perunggu, dan satu penghargaan khusus The Highest Score – Class 01 Fondant Cake Figures berhasil diraih oleh para siswa Indonesia.
Medali perak diraih oleh:
- Mawaddah Warahmah (SLB Negeri Kandangan, Kalsel)
- Desta Fais Kurniawandari (SLB Harmoni, Sidoarjo, Jatim)
- Rizki Ramadan (SLB Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Jambi)
- Roainun (SLB Negeri Pangeran Cakrabuana, Cirebon, Jabar)
- Faracya Kaila (SLB Negeri Pembina Palembang, Sumsel)
- Hepi Vania Zendrato (SLB Negeri 1 Padang, Sumbar)
- I Made Ardika (SLB Negeri 1 Badung, Bali)
Sementara medali perunggu diraih oleh Diandra Ratih Livya dari SLB Negeri 1 Bantul, DIY. Mawaddah Warahmah juga meraih penghargaan bergengsi The Highest Score untuk kategori Fondant Cake Figures.
Kepala Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) Kemendikdasmen, Maria Veronica Irene Herdjiono, menyampaikan apresiasi atas prestasi ini. “Selamat kepada anak-anak luar biasa ini. Semoga pencapaian ini menjadi inspirasi bagi seluruh siswa di Indonesia,” ujarnya, pada Jumat (25/7).
Irene juga mengucapkan terima kasih kepada para pembina dan guru pendamping yang telah membimbing para siswa hingga mampu bersaing di level global. Ia menegaskan, seluruh prestasi tersebut akan tercatat dalam Sistem Informasi Manajemen Talenta (SIMT), sebagai bagian dari pangkalan data nasional talenta muda Indonesia.
Sebelum tampil di ajang internasional, para siswa menjalani pembinaan intensif tiga tahap dari Puspresnas Kemendikdasmen. Ucu Sawitri, Koordinator Pembina, menyampaikan bahwa anak-anak tersebut bersaing setara dengan para peserta reguler lainnya, tanpa kategori khusus.
“Mereka bertanding langsung dengan chef profesional dan pelajar sekolah kuliner, tapi mampu menunjukkan kompetensi tinggi. Ini bukti bahwa keterbatasan bukan penghalang,” tegas Ucu.
Mawaddah Warahmah, misalnya, harus menempuh perjalanan empat jam dari daerah terpencil di Kalimantan Selatan menuju bandara. Ia berasal dari keluarga kurang mampu—ayahnya buruh serabutan, ibunya buruh tani. Namun semangatnya tak pernah surut.
“Perjuangan Mawaddah sungguh luar biasa. Dukungan keluarganya pun sangat besar,” ungkap Fitria Nuraini Herawati, guru pendampingnya. Mawaddah sendiri mengaku sangat bangga. “Saya senang sekali. Saya bisa juara, teman-teman lain pasti juga bisa,” ujarnya penuh semangat.
Cerita inspiratif juga datang dari Rizki Ramadan dari Jambi. Karena lokasi rumah yang jauh, Rizki tinggal di asrama sekolah. “Berjam-jam dari rumah ke sekolah. Tapi Rizki tetap semangat. Saya tidak pernah menyangka ia bisa sejauh ini,” ujar Gustira Mayasari, guru pendampingnya.
“Terima kasih semuanya. Saya bangga bisa bawa pulang medali,” kata Rizki dengan wajah berseri.
Ajang Salon Culinaire sendiri merupakan hasil kolaborasi Association of Culinary Professionals Indonesia, World Association of Chefs Societies, dan Indonesia Pastry Bakery Society. Dalam lomba ini, peserta diminta membuat dan menghias kue sesuai kreativitas dalam waktu dua jam.