Walai.id, Makassar – Mahasiswa Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar kembali menorehkan prestasi di tingkat nasional lewat Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-PM).
Tim mahasiswa ini berhasil memperoleh pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI berkat inovasi “Lontara Technobraille” yang dirancang untuk siswa tunanetra.
Inovasi ini menggabungkan teknologi Arduino dengan sistem Braille dan suara untuk membantu siswa di SLB-A Yapti Makassar belajar aksara Lontara. Alat ini memungkinkan pengguna membaca huruf melalui titik Braille dan mendengarnya sekaligus, menciptakan pengalaman belajar yang lebih menyeluruh.
Tim pengembang diketuai oleh Rezki Ramadhani (Prodi Teknologi Pendidikan) dan beranggotakan Azzah Aulia Syarif serta Mar’atul Azizah (Teknik Informatika), Irwan Aditia (Teknologi Pendidikan), serta St. Zauzan Amirah (PGSD). Mereka dibimbing oleh Wahyuddin, S.Pd., M.Ed.
Program ini dilatarbelakangi oleh minimnya media pembelajaran aksara Lontara di sekolah luar biasa. Operator SLB-A Yapti, Hamka, menyebutkan bahwa keterbatasan materi muatan lokal menjadi kendala utama dalam proses belajar. Seorang siswa bernama Zidan juga mengungkapkan bahwa selama ini pembelajaran hanya bersifat verbal dan sangat terbatas.
Menjawab tantangan itu, tim mahasiswa Unismuh berupaya menghadirkan solusi yang tidak hanya bersifat teknologi, tetapi juga memperkuat nilai budaya lokal dan inklusi.
“Kami ingin para siswa tunanetra bisa mengakses pembelajaran aksara Lontara seperti anak lainnya. Ini adalah warisan budaya yang harus dikenalkan secara merata,” ujar Rezki Ramadhani, Senin, 13/7/2025.
Selama tiga bulan ke depan, tim akan melakukan pelatihan guru, penyuluhan, serta pendampingan langsung kepada siswa. Program ini turut mendapat dukungan dari Dinas Pendidikan Kota Makassar, civitas akademika Unismuh, serta orang tua siswa.
Lontara Technobraille juga dinilai mendukung kebijakan daerah dan agenda pembangunan berkelanjutan, termasuk Perda Provinsi Sulawesi Selatan terkait pelestarian budaya lokal serta SDGs poin 4 tentang pendidikan inklusif dan berkualitas.
Dengan pendekatan kolaboratif dan inovatif, diharapkan program ini dapat menjadi model pembelajaran inklusif yang bisa diadaptasi oleh sekolah luar biasa di berbagai daerah di Indonesia.