Walai.id, Jakarta – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meningkatkan pengawasan terhadap peredaran kosmetik ilegal, terutama yang sedang viral di platform daring.
Operasi pengawasan ini dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia pada 10-18 Februari 2025, dengan tujuan memberantas kosmetik tanpa izin edar serta produk yang mengandung bahan berbahaya.
“BPOM telah menemukan berbagai pelanggaran dan dugaan tindak pidana terkait produksi dan distribusi kosmetik ilegal dengan total nilai lebih dari Rp31,7 miliar. Angka ini mengalami peningkatan lebih dari sepuluh kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” ungkap Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat (21/2/2025).
Dari total 709 fasilitas yang diperiksa, sebanyak 340 di antaranya (48%) tidak memenuhi ketentuan. Temuan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pabrik, importir, pemilik merek, distributor, klinik kecantikan, reseller, dan retail yang diduga memproduksi atau memperdagangkan kosmetik ilegal.
BPOM berhasil menyita 205.133 unit kosmetik ilegal dari 91 merek, terdiri dari 4.334 varian produk. Dari temuan tersebut, 79,9% merupakan kosmetik tanpa izin edar, 17,4% mengandung bahan berbahaya, 2,6% produk kedaluwarsa, dan 0,1% merupakan kosmetik injeksi. Sebagian besar produk ilegal ini merupakan impor (60%) dan banyak dipromosikan secara daring. Produk yang tidak memenuhi ketentuan sangat berisiko terhadap kesehatan konsumen.
“Kami tidak hanya menemukan distribusi kosmetik tanpa izin, tetapi juga dugaan produksi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, termasuk pembuatan skincare dengan label biru dalam jumlah besar. Ada pula kasus pelanggaran yang berulang, yang mengindikasikan ketidakpatuhan yang disengaja,” tambah Taruna Ikrar.
Beberapa bahan terlarang yang ditemukan dalam produk ilegal ini antara lain hidrokinon, asam retinoat, antibiotik, dan steroid. Hidrokinon dapat menyebabkan hiperpigmentasi dan perubahan warna pada kulit, kuku, serta kornea. Asam retinoat berpotensi menyebabkan kulit kering, rasa terbakar, serta efek teratogenik. Antibiotik dalam kosmetik dapat menimbulkan iritasi dan meningkatkan risiko resistansi antibiotik, sementara steroid bisa menyebabkan dermatitis kontak, perubahan pigmen kulit, serta reaksi alergi.
Kasus kosmetik ilegal ini tersebar di berbagai wilayah, dengan temuan terbesar di Yogyakarta senilai lebih dari Rp11,2 miliar, disusul Jakarta (Rp10,3 miliar), Bogor (Rp4,8 miliar), Palembang (Rp1,7 miliar), dan Makassar (Rp1,3 miliar).
“Kami melihat bahwa peredaran kosmetik ilegal masih menjadi persoalan serius, terutama di daerah dengan konsumsi kosmetik yang tinggi,” ujar Taruna Ikrar.
BPOM menegaskan bahwa produsen atau distributor kosmetik yang tidak memenuhi standar keamanan dan mutu dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana. Sesuai Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pelanggar bisa menghadapi hukuman penjara hingga 12 tahun atau denda maksimal Rp5 miliar.
Saat ini, BPOM tengah menangani empat kasus yang akan diproses secara hukum, dengan sanksi berupa pencabutan izin edar, penarikan serta pemusnahan produk ilegal, dan penghentian sementara kegiatan usaha.
“BPOM akan menindak tegas pelanggaran berulang dengan membawa kasusnya ke ranah hukum guna memberikan efek jera,” tegas Taruna Ikrar.
Pengawasan intensif ini merupakan bagian dari komitmen BPOM dalam memberantas kosmetik ilegal, khususnya yang sering dipromosikan oleh influencer atau kreator konten di media daring. “Kami tidak akan tinggal diam melihat maraknya peredaran kosmetik ilegal yang dipromosikan secara berlebihan oleh influencer tanpa memperhatikan aspek keamanannya,” lanjutnya.
BPOM kembali mengingatkan bahwa kosmetik hanya boleh diiklankan jika telah memiliki izin edar resmi. Promosi dan iklan harus sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 18 Tahun 2024 tentang Penandaan, Promosi, dan Iklan Kosmetik.
Melalui pengawasan ini, BPOM berharap semua pihak dapat berkontribusi dalam upaya pemberantasan kosmetik ilegal. Selain berisiko bagi kesehatan, peredaran kosmetik ilegal juga dapat merugikan perekonomian nasional dan menurunkan daya saing industri kosmetik dalam negeri.
“Kami mengajak para influencer dan kreator konten untuk turut menyebarkan edukasi kepada masyarakat tentang pemilihan kosmetik yang aman. Review produk harus dilakukan secara objektif dan sesuai dengan regulasi,” kata Taruna Ikrar.
BPOM juga mengimbau pelaku usaha untuk selalu mematuhi peraturan dan memastikan produk mereka memenuhi standar keamanan dan mutu. Konsumen pun diingatkan untuk lebih berhati-hati dengan selalu menerapkan prinsip Cek KLIK sebelum membeli produk, yaitu memeriksa Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa.
Masyarakat diimbau untuk hanya membeli kosmetik dari sumber terpercaya. Jika berbelanja daring, pastikan membeli dari toko resmi. “Jangan mudah tergoda dengan iklan yang menjanjikan hasil instan. Jika menemukan dugaan praktik ilegal terkait kosmetik, segera laporkan kepada BPOM atau aparat penegak hukum,” pungkas Kepala BPOM.