Walai.id, MAKASSAR – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan syarat ambang batas minimum perolehan suara partai politik (parpol) untuk mengusung pasangan calon (paslon) dalam Pilkada disambut positif oleh Relawan Perubahan Sulawesi Selatan (RPS), Selasa 20/8/2024.
Keputusan ini dianggap strategis dalam menjaga keberagaman kandidat di Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan (Pilgub Sulsel), khususnya di tengah kekhawatiran munculnya calon tunggal alias kotak kosong.
Ketua RPS, Asri Tadda, menyatakan bahwa putusan MK ini membuka kesempatan bagi partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD untuk tetap berkoalisi dan mengusung calon di Pilgub Sulsel mendatang.
“Partai seperti Partai Ummat, Perindo, PSI, PBB, dan PKN kini bisa berkoalisi untuk mengajukan calon. Bahkan partai besar seperti NasDem, Gerindra, Golkar, PKB, Demokrat, dan PPP pun dapat memanfaatkan keputusan ini untuk mengusulkan calon mereka sendiri,” ujarnya.
Asri menambahkan bahwa keputusan MK ini memberikan kesempatan lebih luas bagi parpol, termasuk yang non-parlemen, untuk berpartisipasi aktif dalam Pilkada.
“Kami berharap Pilgub Sulsel berjalan damai dan melahirkan pemimpin terbaik yang mampu mendorong perubahan signifikan bagi daerah ini,” lanjutnya.
Relawan Perubahan Sulsel mengapresiasi putusan MK sebagai langkah krusial untuk menjaga demokrasi dengan memberi ruang partisipasi kepada semua partai politik, termasuk yang non-parlemen. Di Sulawesi Selatan, keputusan ini memberikan angin segar untuk menghindari calon tunggal dalam Pilgub mendatang.
Berdasarkan putusan MK, parpol yang memperoleh minimal 7,5% dari total suara sah pada Pemilu Legislatif 2024 atau sekitar 382.006 suara sudah dapat mengusulkan calon kepala daerah.
Sebelumnya, MK juga memutuskan bahwa partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi di DPRD. Putusan ini merupakan hasil gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora.
Dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8), hakim MK mengabulkan sebagian gugatan tersebut dan menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada sebagai inkonstitusional. Pasal ini sebelumnya mensyaratkan parpol harus memperoleh minimal 25% dari akumulasi perolehan suara sah untuk mengusulkan pasangan calon.
Putusan ini mengubah syarat pengajuan calon kepala daerah yang kini didasarkan pada jumlah suara sah dari daftar pemilih tetap, bukan hanya pada perolehan kursi di DPRD. Hal ini diharapkan bisa membuka peluang lebih besar bagi semua partai politik untuk turut serta dalam kompetisi Pilkada yang lebih kompetitif dan demokratis.
Hingga berita ini diturunkan, berbagai pihak menilai putusan ini sebagai langkah progresif dalam memperkuat proses demokrasi di Indonesia. (*)