Walai.id, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) pada Senin (19/6), pukul 11.00 WIB dengan agenda Mendengarkan Keterangan DPR dan Presiden, Senin 19/06/2023.
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 42/PUU- XXI/2023 ini diajukan oleh Arifin Purwanto, S.H yang berprofesi sebagai Advokat.
Norma yang diajukan Pemohon untuk diuji adalah Pasal 85 ayat (2): Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.
Pemohon merasa dirugikan apabila harus memperpanjang surat izin mengemudi (SIM) setelah masa berlakunya habis/mati yakni 5 tahun.
Menurut Pemohon masa berlaku SIM yang hanya 5 tahun tidak ada dasar hukumnya dan tidak jelas tolak ukurnya berdasarkan kajian dari lembaga yang mana.
Kerugian lain yakni Pemohon harus mengeluarkan uang/biaya serta tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlakunya SIM setelah habis/mati.
Sesuai dengan UU LLAJ, setiap pengendara wajib memiliki SIM. Bagi pengendara kendaraan bermotor yang akan memiliki/mendapatkan SIM tentu bukan perkara yang mudah terutama pada saat ujian teori dan praktek.
Dimana, hasil ujian teori tidak ditunjukkan mana jawaban yang benar dan mana yang salah namun hanya diberitahu kalau tidak lulus ujian teori.
Selain itu, tolak ukur materi ujian teori dan praktek tidak jelas dasar hukumnya dan apa sudah berdasarkan kajian dari lembaga yang berkompeten dan sah serta memiliki kompetensi dengan materi ujian tersebut.
Hal ini jelas bertentangan dengan pasa 28D ayat (1) UUD 1945. Selama ini sebelum mengadakan sebuah ujian tentunya ada pembelajaran terlebih dahulu, namun dalam memperoleh SIM, tidak pernah ada pelajaran baik teori maupun praktek tentang lalu lintas dan angkutan jalan dari lembaga yang berkompeten, tetapi langsung proses ujian.
Oleh karena itu pengendara yang akan mencari/mendapatkan SIM seringkali tidak lulus. Bahwa karena tidak adanya dasar hukum yang jelas, kondisi ini seringkali dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu, misalnya calo.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan bahwa Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang” tidak dimaknai “berlaku seumur hidup”.
Dalam sidang Pemeriksaan Pendahuluan (10/5) lalu, Majelis Hakim Panel MK menyarankan Pemohon untuk memahami Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) sebagai pedoman dalam menyusun permohonan sehingga Pemohon dapat melengkapi permohonannya dengan baik.
Selain itu, MK juga meminta Pemohon untuk mempelajari putusan-putusan MK yang pernah dikabulkan agar Pemohon dapat menguraikan alasan-alasan permohonan yang mana pasal yang diujikan bertentangan dengan UUD 1945.
Sidang dengan agenda Perbaikan Permohonan (25/5) lalu, Arifin menyampaikan poin-poin perbaikan terdapat pada pokok permohonan di nomor 22 hingga nomor 26 tentang ujian teori dan praktik yang dianggap tidak memiliki dasar hukum dan tidak relevan dengan situasi saat ini.
Selain itu perbaikan pada pokok permohonan nomor 36 tentang usia, dimana terdapat pendapat mengenai usia 85 keatas sudah tidak bisa mengendarai kendaraan dan memegang SIM.