Bumi Makin Panas dan Manusia Indonesia yang Tukang Nyampah

Makassar – Hampir 2 tahun sudah seluruh masyarakat dunia berjuang bersama-sama melawan pandemi. Pandemi yang membatasi gerak warga seluruh dunia ini, bagi kelompok pemerhati lingkungan dianggap sebagai sebuah ‘berkah’ untuk bumi agar bisa bernafas sesaat di tengah isu pemanasan global dan erek rumah kaca.

Anggapan ini kemudian jadi ambyar lewat hasil penelitian oleh Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) yang bernaung di bawah PBB . Lembaga ini menyebut pada masa pandemi terjadi percepatan dampak pemanasan global yang berdampak kepada jutaan orang, termasuk juga emisi karbon yang diramalkan berkurang, secara mengejutkan tidak berdampak banyak selama lockdown kepada warga dunia.

Tahun lalu mungkin akan tercatat sebagai salah satu tahun terpanas di bumi ini, sejak tahun 2016 dan 2019, jika fenomena alam iklim La Nina tidak terjadi yang berefek pada pendinginan bumi. Sekertaris WMO, Petteri Taalas mengatakan peristiwa cuaca ekstrem telah memecahkan rekor di berbagai belahan dunia, mulai dari badai dan topan di AS dan India, gelombang panas di Australia dan Arktik, banjir di sebagian besar Afrika dan Asia, hingga kebakaran hutan di AS.

Baca Juga :  Pertunjukan “JIWA” Guncang Osaka Expo 2025

Perubahan iklim yang tiada henti terus berlanjut, yang menyebabkan kerusakan parah sehingga mempengaruhi orang, masyarakat, dan ekonomi. 

Cukup mengejutkan memang, jika ternyata hasil laporan WMO dan jejaringnya menyebutkan soal pengurangan produksi pangan, transportasi, dan akvitas ekonomi lainnya selama pandemi tidak berefek besar pada pengurangan cuaca ekstrem, termasuk soal ramalan adanya penurunan emisi karbon selama dua tahun terakhir, ternyata tidak tergambar di atmosfir bumi.

Selain soal makin panasnya bumi meski semua manusia berjuang melawan pandemi, hal yang lain adalah soal bagaimana manusia-manusia Indonesia masuk dalam kategori sebagai ‘tukang nyampah makanan’ terbesar di dunia. 

Baca Juga :  Roblox Wajib Perbaiki Sistem atau Terancam Langgar Aturan

Menurut Kepala Perwakilan Badan Pangan PBB (FAO), sampah makanan di Indonesia mencapai 13 juta ton setiap tahun. Sampah ini paling banyak berasal dari retail, katering, dan restoran akibat penyediaan makanan yang berlebihan. Jika dikelola dengan baik, 13 juta ton sampah makanan bisa setara dengan makanan yang bisa dinikmati oleh lebih dari 28 juta orang. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah ini hampir sama dengan populasi penduduk miskin di Indonesia.

Data dari BPS pada 2017 menunjukkan bahwa sampah makanan yang terbuang setara dengan 27 triliun rupiah. Indonesia masih mengimpor sampah organik dari luar negeri untuk penggunaan beternak. Padahal jika sampah di dalam negeri bisa dilakukan dengan baik yaitu dengan memaksimalkan sampah dari restoran atau produsen, kita bisa menghemat sekitar 27 triliun rupiah.