Walai.id, Jakarta — Kejaksaan Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM PIDSUS) menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyaluran kredit dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB), PT Bank DKI, dan PT Bank Jateng kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan anak usahanya, pada Selasa, 22/7/2025.
Penetapan ini dilakukan berdasarkan pengembangan penyidikan sejak Oktober 2024 hingga Juli 2025.
“Telah mengakibatkan kerugian negara kurang lebih sebesar Rp1,08 triliun,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Nurcahyo Jungkung Madyo di Gedung Jampidsus Kejagung.
Para tersangka diduga terlibat dalam praktik pemberian kredit tanpa dasar valid, mencairkan dana lewat dokumen fiktif, hingga menyalahgunakan wewenang dalam proses persetujuan pinjaman.
Delapan tersangka tersebut antara lain:
- AMS, Direktur Keuangan PT Sritex (2006–2023), diduga memalsukan invoice dan menggunakan dana kredit untuk membayar utang MTN.
- BFW, mantan Direktur Kredit UMKM & Keuangan PT Bank DKI, dianggap memaksakan pencairan tanpa verifikasi risiko kredit.
- PS, eks Direktur Teknologi dan Operasional PT Bank DKI, turut menyetujui pencairan tanpa jaminan memadai.
- YR, Direktur Utama Bank BJB (2019–2025), menyetujui tambahan plafon Rp350 miliar meski laporan keuangan Sritex tak mencantumkan utang eksisting.
- BR, SEVP Bisnis Bank BJB, diduga menyetujui kredit berdasarkan keyakinan pribadi, bukan evaluasi objektif.
- SP, Direktur Utama Bank Jateng (2014–2023), tidak membentuk komite penilai kredit dan mengabaikan risiko gagal bayar.
- PJ dan SD, dua pejabat Bank Jateng lainnya, dituduh menyetujui pencairan dana tanpa memverifikasi laporan keuangan Sritex yang diduga direkayasa.
Modus yang digunakan termasuk manipulasi data laporan keuangan, pemalsuan invoice, hingga pencairan kredit berbasis jaminan non-fisik (clean basis) meski status debitur tidak memenuhi kriteria perbankan.
Akibat perbuatan kolektif tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp1,08 triliun, yang kini tengah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 junto Pasal 18 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 KUHP.
Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan. Tujuh tersangka ditempatkan di berbagai cabang Rutan Salemba dan Kejaksaan Agung, sementara tersangka YR dikenakan penahanan kota dengan alasan kesehatan.
Kasus ini menjadi pukulan telak bagi kredibilitas perbankan daerah, sekaligus membuka dugaan praktik sistemik dalam penyaluran kredit berskema fiktif yang merugikan keuangan negara.