Menanggapi kondisi ekonomi global terkini, anggota G20 menyampaikan kekhawatiran tentang tekanan inflasi yang lebih luas dan persisten. Kondisi ini akan menyebabkan beberapa bank sentral menaikkan kebijakan suku bunga mereka yang pada gilirannya akan mengakibatkan pengetatan likuiditas global yang lebih cepat dari perkiraan.
G20 menyatakan pentingnya memenuhi komitmen pada bulan Februari mengenai strategi keluar yang terkalibrasi, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik untuk mendukung pemulihan dan mengurangi potensi limpahan (spillover).
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menegaskan, “Peran G20 semakin penting dengan membawa kebijakan ke dalam ranah dunia. Setiap negara tidak lagi hanya berfokus pada dampak kebijakan secara domestik di negaranya, namun lebih luas terhadap proses pemulihan di negara lainnya.”
Dengan demikian, proses normalisasi kebijakan yang dilakukan secara well callibrated, well planned,dan well commmunicated oleh bank sentral menjadi semakin terfasilitasi terutama di kondisi saat ini, lanjut Perry Warjiyo.
Anggota G20 juga menyatakan bahwa konflik geopolitik telah membuat pertumbuhan dan pemulihan global jauh lebih kompleks. Hal ini berpotensi melemahkan upaya dalam mengatasi tantangan ekonomi global yang sudah ada sebelumnya, termasuk kesehatan, kesiapsiagaan dan respons pandemi, utang yang tinggi di negara-negara rentan, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Perang juga mengakibatkan krisis kemanusiaan dan meningkatkan harga komoditas seperti energi dan pangan.
Pada agenda kesehatan global, disepakati bahwa tindakan kolektif dan terkoordinasi untuk mengendalikan pandemi tetap menjadi prioritas.
Anggota G20 mencatat peningkatan angka COVID-19 di beberapa wilayah telah menghambat pertumbuhan, mendisrupsi rantai pasok, dan meningkatkan inflasi, serta memperlambat pemulihan global. Dalam hal ini, berdasarkan penilaian WHO dan World Bank, terdapat kesenjangan pembiayaan signifikan yang perlu ditangani.